Akibat Hukum Perusahaan Tidak Mencatatkan PKWT

Loading

Akibat Hukum Perusahaan Tidak Mencatatkan PKWT

Perjanjian Kerja waktu tertentu (PKWT) merupakan salah satu bentuk hubungan kerja yang wajib dicatatkan, hal ini sebagaimana diatur dalam UU No.13 tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) adalah perjanjian kerja antara pekerja/buruh dengan pengusaha untuk mengadakan hubungan kerja dalam waktu tertentu atau untuk pekerjaan tertentu.

Pasal 59 UU Ketenagakerjaan memuat beberapa ketentuan dan persyaratan, seperti PKWT hanya boleh diterapkan pada pekerjaan yang jenis dan sifat atau kegiatannya akan selesai dalam waktu tertentu.

Sehingga PKWT ini tidak boleh diberlakukan pada pekerjaan yang sifatnya tetap.

Salah satu ketentuan dan persyaratan mengenai PKWT yang sering terabaikan oleh perusahaan adalah mengenai kewajiban melakukan pencatatan PKWT ke instansi ketenagakerjaan.

Padahal dalam ketentuan, jelas menyebutkan kewajiban untuk melakukan Pencatatan PKWT.

Berikut adalah ketentuan mengenai kewajiban perusahaan mealakukan pencatatan PKWT:

  1. Penjelasan pasal 59 ayat (1) berbunyi : Perjanjian kerja dalam ayat ini dicatatkan ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di bidang ketenagakerjaan.
  2. Pasal 13 KEP.100/MEN/VI/2004 berbunyi : PKWT wajib dicatatkan oleh pengusaha kepada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan kabupaten/kota setempat selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari kerja sejak penandatanganan.

Jika merujuk ketentuan di atas, jelas bahwa pencatatan PKWT oleh perusahaan kepada instansi ketenagakerjaan bersifat wajib, tetapi pada praktiknya, banyak perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban tersebut entah karena disengaja, lalai atau bahkan karena ketidaktahuan perusahaan.

Lalu apa akibat hukum yang mungkin akan timbul karena perusahaan tidak melakukan kewajiban hukum tersebut?

Berikut Akibat Hukum dari tidak mencatatkan PKWT :

  • PKWT (Kontrak) berubah menjadi PKWTT (Karyawan Tetap)?
  • Apakah dengan tidak mencatatkan maka PKWT berubah menjadi PKWTT?

Jika membaca lengkap Kep.100/MEN/VI/2004, yang mengatur tentang PKWT, disana sejatinya tidak mengatur mengenai sanksi tersebut.

Namun jika memperhatikan dua putusan pengadilan dibawah ini, sangat mungkin PKWT berubah menjadi PKWTT jika tidak dicatatkan.

In Abstracto:

Putusan Mahkamah Konstitusi No.6/PUU-XVI/2018 :

“Perjanjian kerja untuk waktu tertentu wajib dicatatkan oleh pengusaha ke instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan, yang terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan atas terpenuhi atau tidaknya syarat-syarat pembuatan perjanjian kerja dimaksud oleh pegawai pengawas ketenagakerjaan berdasarkan peraturan perundang-undangan”

Sesuai dengan pertimbangan di atas, kewajiban pencatatan tersebut telah ada pada Penjelasan Pasal 59 ayat (1) UU Ketenagakerjaan.

Di mana penjelasan tersebut juga mengikat sebagai syarat dengan akibat hukum yang diatur oleh Pasal 59 ayat (7) UU Ketenagakerjaan.

Mahkamah Konstitusi telah membuat penegasan yang cukup jelas, bahwa pengusaha wajib mencatatkan perjanjian kontrak yang mereka buat dengan pekerja ke Dinas Tenaga Kerja.

Jika tidak dipenuhi maka perjanjian Kontrak (PKWT) berubah menjadi perjanjian kerja dengan status pekerja tetap (PKWTT)”

In Concreto:

Putusan PHI Nomor 08/Pdt.Sus.PHI/PLW/2014/PN Bna:

Kasus perselisihan hubungan industrial di Pengadilan Hubungan Industrial pada Pengadilan Negeri Banda Aceh antara COFFEY INTERNATIONAL DEVELOPMENT PTY, LTD (Pelawan) dan ARNADI GUNAWAN dkk (Para Terlawan).

Dalam perkara perselisihan hubungan industrial tersebut, Majelis Hakim dalam pertimbangan hukumnya tidak mempertimbangkan dalil Pelawan (Perusahaan) yang menyebut tidak adanya sanksi atau konsekuensi hukum saat PKWT tidak dicatatkan.

Dengan berubahnya status hubungan kerja dari PKWT menjadi PKWTT tentunya berdampak pada pemberian kompensasi pada saat terjadinya pengakhiran hubungan kerja antara Pekerja dan Pengusaha.

Sudah mengerti akibat hukumnya maka lebih bijaknya perusahaan untuk melakukan mencatatkan PKWT setiap pekerjanya ke Disnaker setempat.

Putusan Pengadilan/Yurisprudensi memang sejatinya bukan otomatis menjadi hukum positif (hukum yang berlaku) di Indonesia.Namun Yurisprudensi ini bisa menjadi acuan bagi hakim.

Salam,

 

Redaksi DuniaHR.com

[YAP]

Ingin bertanya seputar dunia kerja dan permasalahan praktis yang ditemui silahkan klik link dibawah ini “GRATIS” :

https://duniahr.com/ruang-konsultasi/

Jangan lupa follow sosial media kami :

https://www.instagram.com/duniahrcom/

https://www.linkedin.com/company/duniahr-com/

Mitra Kolaborasi :

Pasang Lowongan Kerja Gratis 100% tanpa syarat hanya di Bankloker.com

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *