Pentingnya Kompetensi Antar Budaya bagi Aparatur Sipil Negara

Loading

Pentingnya Kompetensi Antar Budaya bagi Aparatur Sipil Negara

Peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan kunci keberhasilan Pembangunan Nasional. Hal ini perlu disadari, oleh karena manusia sebagai subjek dan objek dalam pembangunan. Mengingat hal tersebut, maka pembangunan SDM diarahkan agar benar-benar mampu dan memiliki kompetensi yang mempuni. Kompetensi Aparatur Sipil Negara (ASN) berperan penuh dalam menjawab tantangan dan perubahan zaman yang dinamis. Kompetensi tersebut dapat berpengaruh dan berdampak buruk terhadap kinerja organisasi.

Pada bulan juli 2020 di Jakarta, Aba Subagja (Asisten Deputi Manajemen Karir dan Talenta Sumber Daya Manusia Aparatur Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi – PANRB) mengatakan bahwa pengembangan kompetensi ASN akan menjadi tren yang luar biasa, karena kompetensi merupakan salah satu instrumen yang digunakan dalam sistem merit. “Basis kita ini bukan lagi spoil system, tapi sudah kepada merit system yang salah satu instrumennya adalah kompetensi. Lebih lanjut dikatakan, kompetensi adalah alat dasar untuk berkompetisi. Untuk itu, kompetensi harus dimiliki ASN sebagai bekal dalam ‘berkompetisi’. Setelah seseorang menang berkompetisi maka yang diwujudkan adalah kinerja.

Kompetensi manajerial, teknis dan sosio kultural sudah disadari sebagai hal paling penting dalam kinerja ASN. Secara spesifik, dalam kegiatan pekerjaan sehari-hari, kemajemukan dan keberagaman suku bangsa, bahasa, agama, pandangan politik masyarakat Indonesia menjadikan ASN tidak hanya melaksanakan fungsi sebagai pelaksana kebijakan pemerintah dan pelayan publik, namun harus mampu menjadi perekat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya keberagaman dan kemajemukan, ASN tetap harus melayani masyarakat tanpa diskriminasi.

Pentingnya kompetensi terkait sosio kultural ini menjadikannya pada tahun 2017 ditetapkan bahwa kompetensi sosio kultural telah berdiri sendiri dan tidak lagi menjadi bagian dari kompetensi manajerial. Kompetensi sosio kultural melekat pada diri pribadi seseorang namun tetap perlu dibangun dan diarahkan, karena sejatinya kompetensi ini merupakan jantung dari kompetensi yang lain (kompetensi teknis dan kompetensi manajerial). Berdasarkan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi nomor 38 tahun 2017, definisi kompetensi sosio kultural adalah pengetahuan, keterampilan, dan sikap atau perilaku terkait dengan pengalaman berinteraksi dengan masyarakat majemuk. Kompetensi generik tersebut secara khusus dikenal dengan istilah kompetensi perekat bangsa yang memiliki lima tingkatan di dalamnya.

Piramida Deardoff

Model kompetensi pada piramida Deardoff merupakan model kompetensi yang membahas tentang sikap dan perilaku individu dalam menghadapi keberagaman melalui proses orientasi sehingga memunculkan pengetahuan dan pemahaman serta ketrampilan untuk menghasilkan perilaku dan sikap yang positif baik secara internal dan eksternal. Konsep ini diterapkan dalam pemerintahan melalui standar kompetensi sosio kultural – perekat bangsa. Merujuk pada intercultural competence model Deardorff tersebut, maka terdapat proses dimulai dari sikap-sikap yang diwajibkan bagi setiap ASN melalui proses orientasi akan menjadi pengetahuan & pemahaman sehingga dapat menjadi keterampilan yang digunakan untuk menjalankan tugas dan tanggung jawab pekerjaannya dalam pelayanan dan berinteraksi di lingkungan pekerjaan sehingga diharapkan setiap ASN mampu menjawab tantangan keberagaman budaya dalam menjalankan seluruh kegiatan kedinasannya.

Kompetensi perekat bangsa adalah kemampuan dalam mempromosikan sikap toleransi, keterbukaan, peka terhadap perbedaan individu atau kelompok masyarakat; mampu menjadi perpanjangan tangan pemerintah dalam mempersatukan masyarakat dan  membangun hubungan sosial psikologis dengan masyarakat ditengah kemajemukan Indonesia sehingga menciptakan kelekatan yang kuat antara ASN dan para pemangku  kepentingan  serta  diantara  para pemangku kepentingan itu sendiri; menjaga, mengembangkan, dan mewujudkan rasa persatuan dan kesatuan  dalam  kehidupan  bermasyarakat, berbangsa dan bernegara Indonesia. Kompetensi perekat bangsa merupakan kompetensi yang dimaksudkan dalam model kompetensi piramida Deardorff.

Gambar 1.1 Piramida Deardorff – Model Kompetensi Antarbudaya

Tingkatan pertama adalah tiga sikap utama piramida Deardorff adalah:

  1. keterbukaan (untuk mempelajari antar budaya dan kepada orang-orang dari budaya lain, menahan penilaian).
  2. keingintahuan dan penemuan keingintahuan (mentoleransi ambiguitas dan ketidakpastian).
  3. menghargai (menghargai budaya lain, keanekaragaman budaya).

Pada kompetensi level pertama PermanpanRB yaitu peka memahami dan menerima kemajemukan masuk dalam kategori tingkatan sikap keterbukaan dalam piramida Deardorff. Indikator perilaku:

  1. “Mampu memahami, menerima, peka terhadap perbedaan individu / kelompok masyarakat” merupakan wujud sikap keterbukaan.
  2. “Terbuka, ingin belajar tentang perbedaan / kemajemukan masyarakat” merupakan wujud sikap keterbukaan.
  3. “Mampu bekerja bersama dengan individu yang berbeda latar belakang dengan-nya” merupakan wujud sikap menghargai.

Sedangkan kompetensi level kedua yaitu aktif mengembangkan sikap saling menghargai, menekankan persamaan dan persatuan masuk dalam kategori sikap menghargai dalam piramida Deardorff. Indikator perilaku:

  1. “Menampilkan sikap dan perilaku yang peduli akan nilai-nilai keberagaman dan menghargai perbedaan” merupakan wujud dari sikap menghargai.
  2. “Membangun hubungan   baik   antar individu dalam organisasi, mitra kerja, pemangku kepentingan” merupakan wujud sikap menghargai.
  3. “Bersikap tenang, mampu mengendalikan emosi, kemarahan dan frustrasi dalam menghadapi pertentangan yang ditimbulkan oleh perbedaan   latar belakang, agama /kepercayaan, suku, jender, sosial ekonomi, preferensi politik di lingkungan unit kerjanya” merupakan wujud sikap menghargai.

Selanjutnya pada kompetensi level ketiga yaitu mempromosikan, mengembangkan sikap toleransi dan persatuan masuk dalam kategori sikap keingintahuan dan toleransi dalam piramida Deardorff. Indikator perilaku:

  1. “Mempromosikan sikap menghargai perbedaan di antara orang-orang yang mendorong toleransi dan keterbukaan” merupakan wujud sikap menghargai.
  2. “Melakukan pemetaan sosial di masyarakat sehingga dapat memberikan respon yang sesuai dengan budaya yang berlaku. Mengidentifikasi potensi kesalahpahaman yang diakibatkan adanya keragaman budaya yang ada” merupakan wujud sikap keingintahuan terhadap keberagaman.
  3. “Menjadi mediator untuk menyelesaikan konflik atau mengurangi dampak negatif dari konflik atau potensi konflik” merupakan wujud hasil yang diharapkan untuk berkomunikasi efektif dan tepat.

Di setiap tingkatan (level 1-3) mengandung sikap yang terdefinisikan merupakan salah satu wujud dari sikap utama dalam piramida Deardorff. Namun dalam sikap indikator perilaku belum sesuai dengan defisini yang dimaksudkan. Sehingga hal ini diharapkan dapat menjadi masukan jika dimungkinkan kedepannya dapat dilakukan pengkategorian sesuai dengan sikap yang dimaksudkan.

Tingkatan berikutnya dalam piramida Deardorff adalah pengetahuan dan pemahaman yaitu kesadaran diri budaya, pemahaman dan pengetahuan yang mendalam (konteks, peran dan dampak budaya dan orang lain pandangan dunia, informasi spesifik budaya dan kesadaran sosiolinguistik) dan ketrampilan yaitu kemampuan mendengarkan, mengamati, menafsirkan, analisis, evaluasi, berhubungan antar budaya. Dengan pengetahuan dan pemahaman serta ketrampilan diharapkan individu dapat memiliki adaptabilitas, fleksibilitas, pandangan etnorelatif, dan empati. Hal tersebut sesuai yang dimaksudkan dalam kompetensi level 4 yaitu mendayagunakan perbedaan secara konstruktif dan kreatif untuk meningkatkan efektifitas organisasi. Indikator perilaku:

  1. Menginisiasi dan merepresentasikan pemerintah di lingkungan kerja dan masyarakat untuk senantiasa menjaga persatuan dan kesatuan dalam keberagaman dan menerima segala bentuk perbedaan dalam kehidupan bermasyarakat.
  2. Mampu mendayagunakan perbedaan latar belakang, agama/kepercayaan, suku, jender, sosial ekonomi, preferensi politik untuk mencapai kelancaran pencapaian tujuan organisasi.
  3. Mengembangkan orang-orang disekitarnya secara konsisten, melakukan kaderisasi untuk   posisi-posisi di unit kerjanya.

Kompetensi level 5 yaitu wakil pemerintah untuk membangun hubungan sosial psikologis. Indikator perilaku:

  1. Menjadi wakil pemerintah yang mampu membangun hubungan sosial psikologis dengan masyarakat sehingga menciptakan kelekatan yang kuat antara ASN dan para pemangku kepentingan serta diantara  para pemangku kepentingan itu sendiri.
  2. Mampu mengkomunikasikan dampak risiko yang teridentifikasi dan merekomendasikan tindakan korektif berdasarkan pertimbangan perbedaan latar belakang, agama/kepercayaan, suku, jender, sosial ekonomi, preferensi politik untuk membangun hubungan jangka panjang.
  3. Mampu membuat kebijakan yang mengakomodasi perbedaan latar belakang, agama/kepercayaan, suku, jender, sosial ekonomi, preferensi politik yang berdampak positif secara nasional.

Dengan adanya secara khusus tercantum dalam PermenpanRB maka kompetensi sosio kultural – perekat bangsa disadari sangat penting dan ternyata dalam keseharian ASN tidak terlepas dari perlunya kompetensi ini, misalnya sikap peka terhadap kemajemukan. Contoh konkret di salah satu Kementerian, satu Perusahaan ingin mendaftarkan terkait pertambangan batuan. Utusan perusahaan tambang adalah berasal dari Sumatera sedangkan petugas birokrasi adalah berasal dari Jawa. Maka sebagai petugas birokrasi yang melayani wajib memahami ketika utusan perusahaan ini berbicara keras dan lantang. Dalam proses melayani dengan adanya perbedaan budaya Jawa yang berbicara lembut dan budaya Sumatera yang berbicara keras, maka terjadi tahapan reaksi atas perbedaan budaya tersebut. Model yang dapat dipakai untuk memahami situasi tersebut salah satunya adalah yang diuraikan oleh Dr. Milton Bennett terkait reaksi yang dimiliki orang terhadap perbedaan budaya berkisar dari etnosentrisme hingga etnorelativisme :

  1. Penolakan: Individu sering tidak melihat perbedaan budaya dan cenderung mengisolasi diri dari kelompok lain.
  2. Pertahanan: Individu sering merasa seolah-olah budaya mereka sendiri adalah satu-satunya budaya yang baik, seringkali terdiri dari stereotip negatif dan “kami” vs “mereka”.
  3. Minimisasi: Individu mulai menemukan kesamaan antara budaya sendiri dan orang dari budaya lain. Pada tahap ini individu mengenali bahwa semua orang adalah manusia,baik mereka memiliki tradisi dan budaya yang berbeda atau tidak.
  4. Penerimaan: Individu mampu mengenali dan menghargai perbedaan budaya baik melalui perilaku maupun nilai. Individu mempromosikan keyakinan bahwa budaya sendiri hanyalah salah satu dari banyak budaya yang ada di dunia. Penerimaan tidak berarti kesepakatan – budaya perbedaan dalam tahap ini masih bisa dinilai negatif.
  5. Adaptasi: Individu mulai menjadi lebih kompeten dalam cara berkomunikasi dengan orang dari budaya lain dengan melihat dunia melalui “mata” orang lain sehingga komunikasi lebih efektif.
  6. Integrasi: Individu dapat memiliki pengalaman budaya lain masuk dan keluar dari pandangan dunia mereka sendiri dengan menjadi mediator budaya. Mereka dapat membantu orang lain memahami budaya yang berbeda dan mempromosikan persatuan antara dua budaya ini.

Merujuk pada contoh petugas birokrasi kementerian dan model kompetensi Dr. Milton Bennett,  maka sebagai petugas birokrasi jika belum memahami tentang adanya kemajemukan budaya, mungkin akan berpikiran bahwa perwakilan perusahaan ingin membentak ataupun tidak sopan. Ketika petugas birokrasi berpikiran tersebut maka yang bersangkutan berada pada tahap penolakan. Dalam pemikiran petugas birokasi bahwa cara bicara yang benar adalah lembut merupakan salah satu wujud tahap pertahanan. Namun ketika petugas biroksasi memiliki pemahaman bahwa karena berbeda asal daerah, maka petugas mulai minimisasi dan melakukan penerimaan sehingga yang awalnya melihat negatif berubah menjadi positif. Tahapan tersebut tidak berhenti pada ketika penerimaan, namun petugas mulai mengadaptasi dengan memberikan jawaban ataupun petunjuk cara mendaftarkan perusahaan ke utusan sehingga tujuan bersama tercapai merupakan tahapan terakhir dalam intercultural competence terkait sensitivitas antar budaya.

Setelah memahami tentang intercultural competence dalam hal ini adalah kompetensi khusus sosio kultural yaitu perekat bangsa di lingkungan Aparatur Negeri Sipil (ASN), maka tantangan terbesar berikutnya yaitu pengembangan program pendidikan & pelatihan (diklat) untuk mengembangkan kompetensi tersebut. Langkah pertama yang dilakukan adalah dimulai dengan pemetaan tingkat  kompetensi yang dimiliki oleh masing-masing ASN melalui assessment center. Pelaksanaan Assessment center dilakukan komprehensif melalui lembaga terakreditasi sehingga validitas dari hasil penilaiannya baik. Sesuai dengan PermenpanRB No. 38 Tahun 2017 maka standar level untuk kompetensi sosio kultural pada level pemangku jabatan adalah sebagai berikut:

Gambar 1.2 Level Kompetensi Sosio Kultural ASN

Pelaksanaan assessment center dilakukan pada akhir tahun di setiap tahunnya. Kemudian hasil assessment center akan dibandingkan dengan standar level oleh bagian kepegawaian dan organisasi. Hasil perbandingan tersebut akan disebut dengan gap kompetensi sosio kultural – perekat bangsa masing-masing ASN. Dengan adanya gap kompetensi sosio kultural – perekat bangsa tersebut maka selanjutnya bagian kepegawaian dan organisasi akan mulai merancang program diklat sesuai kompetensi dari masing-masing ASN.  Contoh : seorang pegawai fungsional penyelia bernama Andi berdasarkan hasil asesmen berada pada level 1 (satu), sedangkan standar level dari jabatan yang diwajibkan adalah 3 (tiga), maka atas kondisi tersebut terdapat gap kompetensi pada pegawai tersebut. Atas gap kompetensi tersebut maka Andi akan diikutkan dalam diklat dengan modul sosio kultural – perekat bangsa, sehingga diharapkan setelah mengikuti diklat dan adanya bimbingan, pemantauan dari pimpinan terkait maka level kompetensi dari Andi mengalami peningkatan. Bagian kepegawaian dan organisasi akan menyusun kalendar diklat untuk kompetensi sosio kultural – perekat bangsa ini akan dikomunikasi ke unit pimpinan masing-masing agar ketika implementasi pelaksanaan program diklat, kegiatan dapat dilakukan dengan dukungan penuh oleh pimpinan. Dukungan pimpinan unit dalam program diklat selain dari sisi pemberian ijin, pengawasan (observasi hasil diklat), dan juga proses mentoring setelah program diklat diselesaikan.

Salah satu contoh adalah di Kementerian saat ini pembelajaran kompetensi sosio kultural dirancang secara komprehensif dengan durasi waktu diklat selama tiga hari. Pembelajaran materi terkait intercultural awareness dan intercultural sensitivity disusun berstruktur sebagai berikut :

  1. Peserta mulai diuji pengetahuannya melalui test yang dilakukan diawal pembelajaran (yang disebut dengan pre-test) dan akan dilihat kembali peningkatannya dengan peserta melakukan post test (pengujian diakhir diklat).
  2. Kemudian peserta akan mulai mengakses materi melalui website e-leaning. Materi yang ada dalam website ini peserta diklat mengulang-ulang diluar dari waktu diklat, dikarenakan materi dapat diunduh oleh peserta. Hal ini sangat positif, karena memungkinkan peserta untuk belajar kembali ataupun menghayati isi pembelajaran.
  3. Selain itu peserta akan melanjutkan dengan tugas kelompok, seperti bedah film, studi kasus, sharing budaya untuk kemudian dipresentasikan dalam kelas pembelajaran.
  4. Yang terpenting adalah setiap hari peserta akan mengikuti forum media zoom difasilitasi oleh mediator / pakar dibidang budaya. Pada tahapan pembelajaran ini, peserta dapat bertanya ataupun diskusi komprehensif dengan narasumber.

Metode pembelajaran budaya yang sudah diterapkan selama tahun 2020 adalah melalui pembelajaran e-learning berbasiskan teknologi informasi. Melalui diklat jarak jauh dengan online ini, maka proses pembelajaran dapat diakses dimana saja oleh Aparatur Sipil Negara (ASN). Pembelajaran melalui e-Learning merupakan dasar dan konsekuensi logis dari perkembangan teknologi informasi dan komunikasi di bidang pendidikan dan pelatihan terutama dalam kondisi pandemik covid-19 saat ini. Metode pembelajaran melalui online saat ini menjadi jembatan untuk pengembangan individu dari sisi pengetahuan, sikap dan keterampilan dengan memfokuskan pada kompetensi antar budaya.

Pembelajaran budaya tentunya tidak hanya cukup dilakukan dalam waktu tiga hari, namun perlu diaplikasikan dalam kehidupan pekerjaan dan lingkungan keseharian ASN. Diharapkan dengan adanya peran serta dari seluruh pegawai, maka terwujud pengembangan dan peningkatan kualitas individual pegawai baik secara pengetahuan, sikap dan ketrampilan yang utuh. Pimpinan di lingkungan kerja masing-masing sangat penting memahami bahwa materi dalam diklat tersebut teraplikasikan melalui mentoring, coaching dan pimpinan pun akan melakukan penilaian atas peningkatan kompetensi tersebut di pegawai ASN. Hal tersebut menjadi penting dilakukan karena efektifitas diklat pengembangan budaya tidak dapat hanya berupa pengetahuan namun harus membentuk sikap dan menjadi keterampilan yang diharapkan sesuai dengan level kompetensi yang telah dirancang.

Proses pembelajaran yang diharapkan teraplikasikan dalam lingkungan pekerjaan dan dapat pengarahan serta penilaian oleh pimpinan perlu dilakukan dari waktu ke waktu dan bersifat konsisten. Konsistensi tersebut akan menjadikan pengetahuan dan pemahaman yang dimiliki setiap pegawai akan menjadi keterampilan dan sikap terkait intercultural competence bagi setiap ASN di lingkungan pekerjaan dan kesehariannya sehingga terbentuk pribadi yang professional dan unggul dalam menggangapi positif kondisi global saat ini.

Kesimpulan

Berdasarkan dengan Permenpan RB No. 38 Tahun 2017 kompetensi yang harus dimiliki oleh ASN maka hal utama yang disoroti adalah terkait intercultural competence, yaitu kompetensi sosio kultural – perekat bangsa. Kompetensi ini mengacu pada piramida Model Deardoff, di mana dalam setiap tingkatan kompetensi perekat bangsa memiliki keterkaitan didalamnya. Selain itu secara umum dalam keseharian dalam lingkungan pemerintahan, ASN pun berhadapan dengan situasi antar budaya yang perlu disikapi secara positif. Dalam proses menyikapi perbedaan budaya tersebut maka dapat terlihat tahapan reaksi dari individu, Reaksi yang dimiliki individu terhadap perbedaan budaya berkisar dari etnosentrisme hingga etnorelativisme sesuai dengan model Dr. Milton Bennett. Untuk dapat mengembangkan kompetensi tersebut, bagian kepegawaian dan organisasi diwajibkan memahami standar masing-masing jabatan terkait kompetensi sosio kultural tersebut. ASN akan diikutkan dalam assessment center, sehingga dapat diketahui level dan dipetakan kebutuhan program pengembangan. Hasil asesmen yang sudah diolah akan menghasilkan gap kompetensi sehingga berujung pada program pengembangan yang harus diikuti oleh ASN di masing-masing institusi. Pembelajaran budaya tentu saja tidak mungkin hanya dilakukan secara parsial melalui e-learning, tetapi perlu dilakukan melalui bimbingan / mentoring setiap hari dari pimpinan u/ unit masing-masih. Perlu disadari bahwa pembelajaran budaya, bukan saja menjadi tanggung jawab bagian kepegawaian dan orgnisasi, namun merupakan tanggung jawab setiap individu dalam menjawab tantangan global. Untuk itu seluruh lapisan wajib berperan serta aktif dalam kegiatan pembelajaran budaya.

Referensi :

Darla K. Deardorff, 2009 : Theory Reflections – The Sage Handbook – Intercultural Competence

Vulpe, Kealey, Protheroe & Macdonald, 2000: A Profile of the Interculturally Effective Person

https://jdih.menpan.go.id/data_puu/PERMENPANRB%20NO%2038%20Tahun%202017.pdf

Bennett, Milton J., 1993 : Towards Ethnorelativism: A Developmental Model of Intercultural Sensitivity. Education for the Intercultural Experience. Ed. R.M. Paige. 2nd edition.

Mahasiswa Magister Psikologi

Unika Atmajaya Jakarta

Profil Kontributor
Ester Yuni | Mahasiswa Magister Psikologi Unika Atma Jaya Jakarta | Praktisi HR dengan 12 tahun pengalaman | HR Strategic Director THRM

[MN]

Ingin bertanya seputar dunia kerja dan permasalahan praktis yang ditemui silahkan klik link dibawah ini “GRATIS” :

https://duniahr.com/ruang-konsultasi/

Jangan lupa follow sosial media kami :

https://www.instagram.com/duniahrcom/

https://www.linkedin.com/company/duniahr-com/

Mitra Kolaborasi :

Pasang Lowongan Kerja Gratis 100% tanpa syarat hanya di Bankloker.com

Komunitas Belajar HR sesuai SKKNI PeopleUp

Konsultan SDM & Layanan Transformasi Organisasi HeaRt Squad Indonesia

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *