Wajib Cek! Perubahan Ketentuan Pidana Ketenagakerjaan dalam UUCK

Loading

Wajib Cek! Perubahan Ketentuan Pidana Ketenagakerjaan dalam UUCK

Undang-Undang No. 11 Tahun 2020 tentang UU Cipta Kerja (“UUCK”) telah disahkan, serta diundangkan pada tanggal 2 November 2020 lalu. Yang tentunya berimplikasi terhadap pelaksanaan atas ketentuan-ketentuan yang diubah, dihapus atau ditambahkan dalam UUCK tersebut. Khususnya mengenai ketenagakerjaan, lebih khususnya lagi terkait tindak pidana ketenagakerjaan dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”).

Dibandingkan dengan UUK, maka tindak pidana ketenagakerjaan dalam UUCK ini tidak mengalami perubahan terkait penjatuhan sanksinya, yakni ketentuan dalam Pasal 185 sampai dengan Pasal 188. Adapun Pasal 183 UUK tidak diubah dan Pasal 184 UUK telah dihapus dalam UUCK.

Perubahan yang signifikan adalah hilangnya beberapa ketentuan pasal, baik karena pasal dalam UUK dihapus, atau pasal dalam UUK diubah dalam UUCK. Oleh karenanya melalui tulisan ini penulis mencoba menyampaikan sekelumit terkait ketentuan yang mengalami perubahan tersebut.

Tindak Pidana Ketenagakerjaan dalam UUK

Dalam UUK terkait Tindak Pidana Ketenagakerjaan sebelumnya diatur dalam Bab XVI tentang Ketentuan Pidana dan Sanksi Administratif, Bagian Pertama tentang Ketentuan Pidana, dari Pasal 183 sampai dengan Pasal 189.

Tindak pidana ketenagakerjaan adalah perbuatan dalam bidang ketenagakerjaan yang dilarang dan bilamana dilanggar, akan dikenakan sanksi pidana. Baik dalam UUK maupun UUCK, maka pembagian jenis tindak pidana ketenagakerjaan tetap dibagi menjadi kejahatan dan pelanggaran, yang artinya pembagian tersebut didasarkan atas perbedaan kuantitatif terkait ancaman/sanksi pidana dihubungkan dengan akibat hukumnya, meskipun demikian nantinya akan ada perbedaan dari hukum acaranya.

Sedangkan sehubungan dengan sanksi yang dijatuhkan, maka bagi terpidana dapat dikenakan sanksi pidana pokok, antara lain pidana penjara, pidana kurungan dan/atau pidana denda.

Meskipun menurut pendapat penulis, apakah sudah tepat bila tindak pidana pelanggaran diancam dengan pidana penjara dan bukan pidana kurungan sebagaimana diatur dalam Pasal 186 UUK jo Pasal 81 angka 64 UUCK? Dalam UUCK, maka ketentuan-ketentuan tindak pidana ketenagakerjaan tersebut di atas ada yang diubah, dihapus dan ditambahkan menjadi sisipan pasal menjadi sebagai berikut:

A. Tindak Pidana Kejahatan

1. Pasal 183 UUK

Dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 2 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 dan paling banyak Rp 500.000.000,00 bila melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 UUK tentang larangan mempekerjakan dan melibatkan anak pada pekerjaan-pekerjaan yang terburuk, yaitu:

a) perbudakan atau sejenisnya;
b) pelacuran, produksi pornografi, pertunjukan porno, atau perjudian;
c) produksi dan perdagangan minuman keras, narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya; dan/atau
d) pekerjaan berbahaya untuk kesehatan, keselamatan atau moral anak.

Sebagai penjabaran dari Pasal 74 UUK, Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia mengeluarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor: Kep.235/Men/2003 tentang Jenis-Jenis Pekerjaan yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan atau Moral Anak dan berlaku sejak tanggal ditetapkan, yakni 31 Oktober 2003.


Sumber: tjakralaw.wordpress.com

2. Pasal 184 UUK jo Pasal 81 angka 62 UUCK

Ketentuan Pasal 184 UUK telah dihapus oleh Pasal 81 angka 62 UUCK. Adapun ketentuan ini sebelumnya mengatur mengenai potensi dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 5 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 dan paling banyak Rp 500.000.000,00 bila melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 167 ayat (5) UUK tentang kewajiban pengusaha untuk melakukan pembayaran uang pesangon sebanyak dua kali, satu kali untuk penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi pekerja yang pensiun apabila pekerja tersebut tidak mengikuti program pensiun yang dipertanggungkan oleh pengusaha.

Adapun Pasal 167 UUK tentang pekerja pensiun telah dihapus oleh Pasal 81 angka 56 UUCK.

3. Pasal 185 UUK jo Pasal 81 angka 63 UUCK

Dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 tahun dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,00 dan paling banyak Rp 400.000.000,00 bila melakukan tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud dalam:

a) Pasal 42 ayat (2) UUK jo Pasal 81 angka 4 UUCK tentang larangan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi pemberi kerja orang perseorangan;
b) Pasal 68 UUK tentang larangan mempekerjakan anak;
c) Pasal 69 ayat (2) UUK tentang persyaratan mempekerjakan anak pada pekerjaan ringan;
d) Pasal 80 UUK tentang memberikan kesempatan kepada pekerja untuk menunaikan ibadah yang diwajibkan agamanya;
e) Pasal 82 UUK tentang hak istirahat melahirkan/keguguran;
f) Pasal 88A ayat (3) UUK tentang kewajiban membayar upah bagi pekerja sesuai dengan kesepakatan;
g) Pasal 88E ayat (2) UUK tentang larangan membayar upah lebih rendah dari upah minimum;
h) Pasal 143 UUK tentang menghalangi pelaksanaan hak mogok kerja dan larangan melakukan penangkapan/penahanan;
i) Pasal 156 ayat (1) UUK jo Pasal 81 angka 44 UUCK tentang larangan tidak membayarkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi pekerja dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”);
j) Pasal 160 ayat (4) UUK jo Pasal 81 angka 49 UUCK tentang mempekerjakan pekerja kembali yang dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan (dalam perkara pidana sebelum masa 6 bulan sejak pekerja tidak melakukan pekerjaan dikarenakan ditahan oleh pihak berwajib).

Ketentuan tersebut di atas menghilangkan Pasal 42 ayat (1) UUK yang sebelumnya mengatur tentang kewajiban memiliki izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk bagi pemberi kerja yang mempekerjakan Tenaga Kerja Asing (“TKA”) dari Pasal 185 UUK jo Pasal 81 angka 63 UUCK.

Adapun Pasal 42 UUK kemudian diubah oleh Pasal 81 angka 4 UUCK. Yang selanjutnya Pasal 42 ayat (1) UUK jo Pasal 81 angka 4 UUCK mengatur tentang kewajiban memiliki Rencana Penggunaan TKA yang disahkan oleh Pemerintah Pusat bagi pemberi kerja yang mempekerjakan TKA.

Selain hal tersebut di atas, maka dengan berlakunya Peraturan Pemerintah RI No. 34 Tahun 2021 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing, menjadi peraturan pelaksanaan dari UUK jo UUCK dan mencabut keberlakuan Peraturan Presiden No. 20 Tahun 2018 tentang Penggunaan Tenaga Kerja Asing.

B. Tindak Pidana Pelanggaran

1. Pasal 186 UUK jo Pasal 81 angka 64 UUCK

Dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 dan paling banyak Rp 400.000.000,00 bila melakukan tindak pidana pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam:

a) Pasal 35 ayat (2) atau (3) UUK tentang perlindungan terhadap tenaga kerja dalam pelaksanaan penempatan dan saat mempekerjakan tenaga kerja;
b) Pasal 93 ayat (2) UUK tentang pengecualian upah bagi para pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaan;

Ketentuan tersebut di atas menghilangkan Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) UUK yang sebelumnya mengatur tentang hak mogok dan ajakan untuk mogok kerja dengan tidak melanggar hukum dari Pasal 186 UUK jo Pasal 81 angka 64 UUCK.

Sebelumnya berdasarkan Putusan Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (“MK RI”) Perkara Nomor 012/PUU-I/2003 yang dibacakan pada tanggal 28 Oktober 2004, menyatakan bahwa Pasal 186 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan sepanjang mengenai anak kalimat “.… Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) …” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.

Dalam pertimbangannya, MK RI menyatakan bahwa sanksi atas pelanggaran terhadap Pasal 137 dan 138 ayat (1) UUK sebagaimana termuat di dalam Pasal 186 UUK tidak proporsional dan berlebihan karena mereduksi hak mogok yang merupakan hak dasar buruh yang dijamin oleh UUD 1945 dalam rangka kebebasan menyatakan sikap [Pasal 28E ayat (2) dan ayat (3)] dan hak untuk mendapat imbalan yang adil dan layak dalam hubungan kerja [Pasal 28D ayat (2)].

Pelaksanaan hak mogok yang melanggar persyaratan-persyaratan yang ditentukan dalam Pasal 137 dan Pasal 138 ayat (1) UUK harus diatur secara proporsional.

2. Pasal 187 UUK jo Pasal 81 angka 65 UUCK

Dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 dan paling banyak Rp 100.000.000,00 bila melakukan tindak pidana pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam:

a) Pasal 45 ayat (1) UUK jo Pasal 81 angka 7 UUCK tentang persyaratan mempekerjakan TKA;
b) Pasal 67 ayat (1) UUK tentang perlindungan kepada tenaga kerja penyandang cacat;
c) Pasal 71 ayat (2) UUK tentang persyaratan untuk mempekerjakan anak;
d) Pasal 76 UUK tentang pekerja perempuan;
e) Pasal 78 ayat (2) UUK jo Pasal 81 angka 22 UUCK tentang kewajiban pembayaran upah kerja lembur;
f) Pasal 79 ayat (1), (2) atau (3) UUK jo Pasal 81 angka 23 UUCK tentang waktu istirahat dan cuti tahunan;
g) Pasal 85 ayat (3) UUK tentang pembayaran upah kerja lembur pada waktu hari libur resmi;
h) Pasal 144 UUK tentang larangan bagi perusahaan untuk mengganti pekerja dan memberikan sanksi kepada para pekerja yang ikut melakukan mogok kerja.

Ketentuan tersebut di atas menghilangkan Pasal 37 ayat (2) dan Pasal 44 ayat (1) UUK yang sebelumnya mengatur tentang izin tertulis dari Menteri atau pejabat yang ditunjuk terkait lembaga penempatan tenaga kerja swasta dan kewajiban mentaati ketentuan mengenai jabatan dan standar kompetensi oleh pemberi kerja TKA dari Pasal 187 UUK jo Pasal 81 angka 65 UUCK.

Adapun Pasal 37 UUK kemudian diubah oleh Pasal 81 angka 3 UUCK. Yang selanjutnya Pasal 37 ayat (2) UUK jo Pasal 81 angka 3 UUCK mengatur tentang kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha dalam melaksanakan penempatan tenaga kerja bagi lembaga penempatan tenaga kerja swasta.

Selain hal tersebut di atas, Pasal 44 UUK pun dihapus oleh Pasal 81 angka 6 UUCK.

3. Pasal 188 UUK jo Pasal 81 angka 66 UUCK

Dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 dan paling banyak Rp 50.000.000,00 bila melakukan tindak pidana pelanggaran sebagaimana dimaksud dalam:

a) Pasal 38 ayat (2) UUK tentang pungutan biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu;
b) Pasal 63 ayat (1) UUK tentang kewajiban untuk membuat surat pengangkatan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) yang dibuat secara lisan;
c) Pasal 78 ayat (1) UUK jo Pasal 81 angka 22 UUCK tentang persyaratan waktu kerja lembur;
d) Pasal 108 ayat (1) UUK tentang kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan (“PP”);
e) Pasal 111 ayat (3) UUK tentang pembaharuan PP;
f) Pasal 114 UUK tentang sosialisasi PP;
g) Pasal 148 UUK tentang pemberitahuan tertulis mengenai penutupan perusahaan.

Ketentuan tersebut di atas menghilangkan Pasal 14 ayat (2) UUK yang sebelumnya mengatur tentang kewajiban memperoleh izin atau mendaftar ke instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan di Kabupaten/Kota bagi lembaga pelatihan kerja swasta dari Pasal 188 UUK jo Pasal 81 angka 66 UUCK.

Adapun Pasal 14 UUK kemudian diubah oleh Pasal 81 angka 2 UUCK. Yang selanjutnya Pasal 14 ayat (2) UUK jo Pasal 81 angka 2 UUCK mengatur tentang kewajiban memenuhi Perizinan Berusaha yang diterbitkan oleh Pemerintah Pusat bagi lembaga pelatihan kerja swasta yang terdapat penyertaan modal asing.

Pada tanggal 17 Juli 2021 yang akan datang, penulis sebagai founding partner Tjakra Law dan Dunia HR akan menyelenggarakan webinar “Perlindungan bagi Pekerja dari Tindak Pidana Ketenagakerjaan Pasca Berlakunya UU Cipta Kerja” yang sayang untuk dilewatkan.

Materi webinar akan fokus kepada hal – hal yang kerap dilanggar dan harus dihindari, dipagari, dan yang paling penting dapat memahami ketentuan perubahan tindak pidana UUCK agar jalannya roda bisnis perusahaan dapat berjalan dengan baik dan harmonis.

Sampai jumpa di Webinar!

Erri Tjakradirana, S.H.

Tjakra Law | tjakralaw[at]gmail.com

Profil Narasumber
Erri Tjakradirana, S.H. | Founding Partner Tjakra Law, Erri Tjakradirana sudah berpengalaman di bidang hukum selama kurun waktu 20 tahun. Sebelum mendirikan Tjakra Law, Erri Tjakradirana bekerja di beberapa grup perusahaan nasional maupun multinasional, baik perusahaan tertutup maupun terbuka, baik sebagai kepala divisi hukum maupun kepala divisi hubungan industrial. Pada tahun 2020 kemarin, Tjakra Law dinobatkan sebagai juara ketiga Pro Bono Law Firm oleh Hukumonline.com. Selain itu Erri Tjakradirana juga aktif dalam memberikan bantuan hukum dan menjadi pembicara di berbagai diskusi hukum. Beliau merupakan lulusan S1 Fakultas Hukum Universitas Pancasila. Adapun saat ini, beliau juga tergabung sebagai anggota Perhimpunan Advokat Indonesia, Indonesian Competition Lawyers Association, Perkumpulan Pengajar dan Praktisi Hukum Ketenagakerjaan Indonesia dan pengurus di Dewan Pimpinan Cabang Asosiasi Advokat Indonesia Jakarta Selatan.

Ingin bertanya seputar dunia kerja dan permasalahan praktis yang ditemui silahkan klik link dibawah ini “GRATIS” :

https://duniahr.com/ruang-konsultasi/

Dukung dan support kegiatan Dunia HR dengan cara follow/subscribe:

Instagram: https://www.instagram.com/duniahrcom/

Youtube: https://www.youtube.com/channel/UCnIChHnIPZEz5BqB0jTxoxQ

Linkedin: https://www.linkedin.com/company/duniahr-com/

Mitra Kolaborasi :

Pasang Lowongan Kerja Gratis 100% tanpa syarat hanya di Bankloker.com

Komunitas Belajar HR sesuai SKKNI PeopleUp

Konsultan SDM & Layanan Transformasi Organisasi HeaRt Squad Indonesia

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *