Indispliner dan Konsekuensinya

Loading

Indispliner dan Konsekuensinya

Dalam kesempatan kali ini saya akan sharing sebuah hal yang merupakan masalah mendasar di setiap perusahaan. Berdasarkan pengalaman bekerja di beberapa perusahaan, baik lokal maupun asing, ada satu hal common yang selalu saya temui, yaitu keberadaan karyawan bandel yang hobi melakukan tindakan indispliner.

Mungkin ada ya yang bilang, ah kalau saya kerja di perusahaan anu, mesti saya bakal akan lebih bahagia dan rajin bekerja.

Tapi kenyataannya, culture perusahaan berbeda-beda. Meski di luar terlihat mentereng, dalamnya belum tentu sementereng itu. Bisa jadi malah berdarah-darah.

Saya ingin memulai sharing ini dengan meme berikut

Setiap perbuatan manusia di trigger oleh sesuatu. Bisa dari pengalaman masa kecilnya, didikan orang tuanya, sampai bisikan dari para pembisik. Setiap orang mengenakan kacamatanya sendiri-sendiri.

Lalu apakah kemudian kita jadi selalu mentolerir perilaku karyawan? Tentu tidak

Bos saya dulu selalu bilang “kita perusahaan, bukan yayasan sosial”

Hehehe… betul juga sih.

Artinya, boleh saja kita paham kenapa karyawan berperilaku seperti yang ia tunjukkan, tetapi dalam koridor menjalani sebuah bisnis, ada batasan berperilaku yang menjadi norma di area kerja.

Secara umum, kita menganggap seseorang melakukan tindakan indisipliner terhadap 3 aspek disiplin (Robinns – 2005) yaitu:

  1. Disiplin Waktu

Ini mah kerjaannya orang HR di mana-mana ya. Kontrol data absensi, cek kehadiran, cek jam kerja dll. Sistemnya pun bisa bermacam-macam. Ada perusahaan yang pakai fix hour, ada yang pakai flexy hour, ada yang WFH tiap hari pun ga masalah. Mau pakai system yang manapun, tetap ada rules of the game. Nah ketika rules of the gamenya dilanggar, terjadilah tindakan indisipliner.

  1. Disiplin Peraturan

Ini juga merupakan ranah orang HR. Terutama tim Industrial Relation (jika ada). Kalau tidak ada, yaa derita orang HR yang lain… hehehe. Sesuai dengan namanya, ini adalah kepatuhan para karyawan terhadap aturan yang berlaku di perusahaan. Mau itu aturan kepatuhan K3, pemakaian seragam, dan aturan-aturan lainnya.

  1. Disiplin Tanggung Jawab

Tanggung jawab di sini bisa diartikan pemenuhan karyawan terhadap tugas dan kewajiban yang dimilikinya sesuai dengan jabatan dan posisinya masing-masing. Termasuk juga tanggung jawab terhadap barang-barang milik perusahaan yang ada dalam penguasaannya.

Tindakan indisipliner terjadi ketika ketiga hal tersebut di atas dilanggar oleh karyawan.

“Ya pak, kalau perusahaannya tidak memenuhi hak karyawan, wajar dong kalau karyawannya juga melakukan pelanggaran” – Mungkin ada yang akan pakai argumentasi ini.

Yes, kalau perusahaannya, maaf, abal-abal, gaji karyawan semaunya, jam kerja dibuat panjang maksimal, boro-boro ngasih benefit lain – udah digaji aja udah bersyukur, memang wajar kalau karyawannya juga hitung-hitungan.

Tapii, berdasarkan pengalaman saya sendiri, di perusahaan yang aturannya jelas, benefitnya bagus, pokoknya jackpot lah kalau masuk ke situ, ternyata tetap ada aja tuh karyawan jenis perusuh yang hobi banget jengkelin HR.

Kenapa siih? What’s wrong baby?

Ada satu teori yang menurut saya merangkum jawaban dari pertanyaan ini. Menurut Hasibuan (2002), faktor yang mempengaruhi tingkat disiplin kerja yaitu:

  1. Tujuan dan kemampuan

Dalam lembar job description suatu posisi biasanya ada dicantumkan tujuan dari jabatan tersebut. Kenapa jabatan tersebut ada dan bagaimana background kandidat yang ideal untuk dapat mengisi posisi tersebut. Kemungkinan karyawan bandel karena : tidak kompeten / tidak mampu memenuhi tujuan jabatan, atau over qualified (terlalu tinggi speknya dibanding pekerjaan yang harus dilakukan).

  1. Kepemimpinan

Inniii, iniiiii… masalah terbesar dalam setiap organisasi, dan berdasarkan survey, adalah penyebab utama karyawan tidak betah bekerja di suatu perusahaan. Jika ada karyawan yang bandel, salah satu parameter yang harus di cek adalah siapa atasannya

  1. Balas jasa

Oh well, sudah jelas yaa. Karyawan bekerja 8 jam sehari, 5 hari seminggu, menukar waktu mereka untuk imbalan gaji. Ketika karyawan merasa tidak imbang antara apa yang mereka pikir mereka “korbankan” untuk perusahaan dengan imbalan yang mereka terima, boom, terciptalah karyawan bandel. Saya beri tanda kutip di “korbankan” karena sering juga terjadi karyawan itu overestimate terhadap “pengorbanan” yang dia lakukan. Padahal ya memang itu pekerjaannya dan sudah seharus dia melakukan apa yang dia lakukan.

  1. Keadilan

Keadilan di pekerjaan bisa dalam berbagai macam bentuk. Dari sisi penghasilan, karyawan dalam posisi yang sama, dengan beban pekerjaan yang sama tentunya berhak atas penghasilan yang sama atau mirip-mirip. Atau dari sisi perlakuan, tidak ada perbedaan terhadap karyawan laki-laki atau perempuan, atau dari etnis tertentu. Biasanya perusahaan yang owner-nya terjun langsung di dalam perusahaan punya kecenderungan untuk mengabaikan prinsip keadilan ini. Apalagi jika ada orang-orang dekat beliau di perusahaan itu… been there done that

  1. Waskat

Pengawasan atau control terhadap peraturan sangat dibutuhkan di perusahaan. Dan urusan ini biasanya ada di pundak para HR. Ketiadaan pengawasan terhadap peraturan, akan membuat karyawan menjadi cuek. Biarin aja datang terlambat, ngga ada yang ngontrol kok.

Tapi poin utama menurut saya adalah keberadaan dari aturan itu sendiri. Apa yang mau diawasi kalau aturannya saja tidak ada?

  1. Ketegasan

Poin nomor 5 menjadi tidak relevan ketika tidak ada ketegasan dalam penerapannya. Udah tahu si A suka tidur di jam kerja, tapi kok tidak ada yang berani negur. Tegas dalam hal ini berarti berani menegur dan berani memberikan sanksi.

  1. Sanksi

Tingkat kedisiplinan karyawan bisa meningkat bila ada sanksi tertulis yang diketahui secara umum dan memiliki tingkat/bobot hukuman yang berbeda-beda, tergantung dari jenis pelanggaran yang dilakukan. Ketiadaan sanksi akan membuat pelanggaran tetap terjadi karena tidak ada hukuman atas pelanggaran tersebut. Dan hal ini terkait erat dengan poin nomor 6, karena tanpa ketegasan dalam menerapkan sanksi, ia hanya menjadi tulisan tanpa arti.

So, dari 7 hal yang disebutkan di atas, sebetulnya bisa langsung diambil korelasi antara sebab munculnya sikap indisipliner dan kira-kira bagaimana solusinya.

Nah, jika kita sudah tahu kenapa karyawan kita melanggar tetapi rasanya masih kurang bisa greget dalam menerapkan aturan ke karyawan, saya akan mengambil ilustrasi penegakan disiplin dari satu teori yang menarik yang namanya teori kompor panas… bukan kompor mledug ya.

Ada yang sudah tahu tentang aturan kompor panas atau Hot Stove Rule?

Prinsip ini diperkenalkan oleh Douglas Murray McGregor dan menjadi prinsip umum dalam manajemen pada awal 60-an.

4 prinsipnya yaitu:
  1. Peringatan awal

Harus ada pengumuman atau sosialisasi mengenai aturan perusahaan, ke karyawan dengan tingkat jabatan paling rendah sampai yang paling tinggi.

Ilustrasi: Siapapun yang telah diberi peringatan untuk tidak menyentuh kompor panas semestinya tidak berani menyentuh.

  1. Konsekuensi segera

Jangan tunda tunda untuk mengambil tindakan disiplin jika terjadi pelanggaran.

Ilustrasi: Orang yang menyentuh kompor panas akan segera merasa panas pada kulit bagian tubuh yang menyentuh kompor panas tersebut

  1. Konsisten

Pelanggaran yang sama akan mendapat hukuman yang sama, tidak ada perbedaan hukuman

Ilustrasi: Berapa kali pun orang menyentuh kompor panas, ia akan merasakan panas. Bukan dingin.

  1. Tidak pandang bulu

Posisi apapun yang melakukan pelanggaran, mendapat hukuman yang sama

Ilustrasi: Siapa pun yang menyentuh kompor panas, tidak peduli jabatannya, akan merasakan panas yang sama.

Teruss, kalau masih terjadi juga indisipliner bagaimana?

Ya mau gimana lagi. Pakailah aturan normative yang diatur di undang-undang ketenagakerjaan. Secara umum biasanya sebagai berikut:

  • Teguran lisan/tertulis
  • Surat Peringatan 1
  • Surat Peringatan 2
  • Surat Peringatan 3
  • Skorsing
  • PHK

Penjelasan lebih lanjut mengenai hal-hal di atas perlu dibahas dalam penjelasan tersendiri karena akan cukup panjang.

Demikian kura-kura materi yang bisa saya sharing kepada rekan-rekan sekalian. Semoga bermanfaat.

Sumber inspirasi:

  1. com – Muchlisin Riadi, Disiplin Kerja – Pengertian, jenis, indikator dan faktor yang mempengaruhi
  2. Google

Mohamad Dadi Nurdiansah

Profil Kontributor
Mohamad Dadi Nurdiansah HR Manager di PT. Intan Sarana Teknik | Collective Labor Agreement, Contract drafting, Labor union liason, Indiciplinary action, Bipartit & Tripartit, Investigation, and General HR | Former Employee : PT. Taisho Pharmaceutical Indonesia, PT. Transcosmos Indonesia, PT. JJ-Lapp Cable SMI, PT. Tedco Agri Makmur, PT. Osram Indonesia

[MN]

Ingin bertanya seputar dunia kerja dan permasalahan praktis yang ditemui silahkan klik link dibawah ini “GRATIS” :

https://duniahr.com/ruang-konsultasi/

Jangan lupa follow sosial media kami :

https://www.instagram.com/duniahrcom/

https://www.linkedin.com/company/duniahr-com/

Mitra Kolaborasi :

Pasang Lowongan Kerja Gratis 100% tanpa syarat hanya di Bankloker.com

Komunitas Belajar HR sesuai SKKNI PeopleUp

Konsultan SDM & Layanan Transformasi Organisasi HeaRt Squad Indonesia

 

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *