Gelombang PHK 2025: IR Wajib Lebih dari Sekadar Tim Pemadam

Loading

Data dari Kementerian Ketenagakerjaan per Mei 2025 mencatat, sebanyak 26.455 pekerja telah di-PHK dan dilaporkan ke dinas tenaga kerja di seluruh Indonesia.

Angka ini belum termasuk yang nggak tercatat atau diselesaikan diam-diam lewat “kesepakatan” mendadak. Mayoritas kasus datang dari sektor manufaktur, tekstil, dan elektronik — tiga sektor yang udah kayak langganan turbulensi sejak pasca pandemi.

Sumber: Kementerian Ketenagakerjaan RI (Mei 2025)

Dan buat kita, para praktisi Hubungan Industrial, ini jadi tamparan: Apakah kita selama ini cuma sibuk urus administrasi, tapi lupa pasang telinga dari awal tanda-tanda krisis muncul?

PHK Itu Nyata, Tapi Bukan Berarti Selalu Benar

Setiap PHK itu lebih dari sekadar prosedur. Di baliknya ada:

  • Pekerja yang pulang dengan tangan kosong
  • Tim yang kehilangan arah
  • Reputasi perusahaan yang bisa jatuh dalam semalam

 

Sebagai praktisi HI, kita sering dijadikan benteng terakhir padahal seharusnya bisa jadi kompas sejak awal. Bukan cuma untuk taat aturan, tapi juga untuk bantu perusahaan ambil langkah preventif sebelum semuanya terlanjur bubar.

Kita Nggak Cuma Nge-print Surat PHK

Peran kita harus lebih dari itu. Kita ada untuk:

  1. Jadi early warning system waktu indikator bisnis mulai goyah
  2. Ngasih masukan soal opsi selain PHK
  3. Bikin ruang dialog yang jujur bahkan kalau nggak enak buat dua pihak
  4. Bangun rasa percaya antara manajemen & pekerja, terutama di masa sulit

 

Karena kadang yang dibutuhin bukan solusi cepat, tapi orang yang bisa bantu semua pihak lihat situasi dengan jernih.

PHK Itu Boleh, Tapi Jangan Dipake Buat Kabur dari Dialog

Nggak sedikit perusahaan yang menjadikan PHK sebagai jalan pintas. Alasan bisa disusun belakangan. Padahal, hubungan kerja itu soal trust. Sekali caranya salah, efeknya nggak cuma ke yang dipecat tapi ke seluruh ekosistem kerja.

Makanya, penting banget buat:

  • Jujur soal kondisi
  • Libatkan serikat sejak awal
  • Buka peluang kompromi
  • Pastikan semua hak pekerja dihitung dan dihormati

Catatan Buat Kita Sesama Praktisi HI:

PHK yang salah cara = bom waktu. Dan kita yang pertama kali disorot kalau itu meledak.

Jadi yuk,

  • Jangan cuma paham UU, tapi juga situasi bisnis
  • Jangan nunggu meledak baru rapat darurat
  • Jangan nunggu diminta baru bersuara

 

Intinya?

PHK itu nggak tabu. Tapi kita harus ingat: yang bikin hubungan kerja rusak bukan PHK-nya, tapi caranya.

Kita, praktisi HI, bisa jadi rem sebelum hubungan kerja beneran remuk. Yuk, jadi lebih dari sekadar pelaksana. Jadi penjaga irama hubungan kerja, bahkan di tengah tekanan.

Aqwiyan Adam Ardany

Profil Kontributor
Aqwiyan Adam Ardany | Industrial Relations Specialist | Voice Over | Penyelesaian Perselisihan hubungan Industrial | Human Capital l Politeknik Ketenagakerjaan

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *