Putusan MK 132/PUU-XXIII/2025: Batas Waktu Gugatan PHK Kini Pasti 1 Tahun, HR Wajib Tahu

Loading

Jakarta – Mahkamah Konstitusi (MK) telah mengeluarkan putusan krusial yang memberikan kepastian hukum baru dalam penyelesaian perselisihan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Melalui Putusan No. 132/PUU-XXIII/2025, MK menegaskan bahwa batas waktu bagi pekerja/buruh untuk mengajukan gugatan PHK ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) adalah 1 (satu) tahun sejak tidak tercapainya kesepakatan dalam perundingan mediasi atau konsiliasi.

Menurut Pengamat Hukum Ketenagakerjaan, Johan Imanuel, putusan ini bersifat final dan mengikat, sehingga mendesak Pemerintah dan DPR RI untuk segera merevisi UU Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (UU PPHI).

Mengapa Putusan Ini Penting? Mengakhiri “Area Abu-abu”

Selama ini, Pasal 82 UU 2/2004 seringkali menimbulkan ketidakpastian mengenai tenggang waktu pengajuan gugatan PHK. Meskipun sudah ada beberapa putusan MK sebelumnya, implementasinya di lapangan seringkali tidak konsisten.

“Banyak Putusan PHI (perselisihan hubungan industrial) tidak mempertimbangkan Putusan MK, melainkan rigid dengan pertimbangan peraturan perundangan yang sudah diundangkan,” ungkap Johan.

Hal ini menyebabkan perusahaan seringkali berada dalam posisi “digantung”, tidak tahu sampai kapan risiko gugatan dari mantan karyawan akan berakhir. Putusan MK terbaru ini secara tegas mengakhiri kebingungan tersebut dengan memberikan batasan waktu yang jelas dan pasti.

Putusan ini memiliki beberapa implikasi taktis yang harus segera diadaptasi oleh departemen HR:

  • Dokumentasi Tanggal Gagal Mediasi Menjadi Krusial:
    Tanggal saat perundingan mediasi atau konsiliasi secara resmi dinyatakan “tidak tercapai kesepakatan” kini menjadi titik awal perhitungan mundur selama satu tahun. HR wajib mendokumentasikan tanggal ini dengan sangat baik, misalnya melalui risalah perundingan atau surat keterangan dari mediator.
  • Kepastian Manajemen Risiko Legal:
    Bagi perusahaan, ini adalah kabar baik. Setelah tenggang waktu satu tahun terlewati sejak mediasi gagal, perusahaan memiliki kepastian hukum bahwa kasus PHK tersebut tidak dapat lagi digugat di PHI. Ini membantu perusahaan untuk menutup buku atas potensi liabilitas hukum dari kasus-kasus lama.
  • Transparansi saat Proses Offboarding:
    Saat proses PHK dan mediasi berlangsung, HR dapat secara transparan menginformasikan kepada pekerja mengenai hak mereka untuk mengajukan gugatan dalam kurun waktu satu tahun ini. Ini menunjukkan bahwa perusahaan menghormati hak pekerja sambil tetap berpegang pada koridor hukum yang jelas.
Penting untuk Dicatat: Tidak Berlaku Surut

Johan Imanuel menambahkan satu poin penting: putusan ini tidak berlaku surut.

“Artinya, tenggang waktu 1 tahun ini berlaku untuk gugatan PHK di mana proses mediasinya gagal setelah tanggal putusan MK ini dibacakan, yaitu 17 September 2025,” jelas Johan. Untuk kasus-kasus yang mediasinya gagal sebelum tanggal tersebut, interpretasi hukum lama masih mungkin berlaku.

Kesimpulan: Mendorong Revisi Undang-Undang

Putusan MK No. 132/PUU-XXIII/2025 adalah sebuah langkah maju yang signifikan untuk menciptakan kepastian hukum dalam hubungan industrial di Indonesia. Namun, seperti yang disarankan oleh Johan Imanuel, langkah selanjutnya yang paling ideal adalah Pemerintah dan DPR segera mengadopsi putusan ini ke dalam revisi UU No. 2 Tahun 2004. Dengan begitu, tidak akan ada lagi keraguan bagi para hakim di PHI untuk menerapkannya secara konsisten.

 

Putusan MK No 132PUUXXIII2025 Dunia HR

 

 

 

 

 

Johan Imanuel

Profil Kontributor
Johan Imanuel, S.H. | Counsel di Adams & Co, Counsellors at Law | Inisiator | Tim Advokasi IR Permenkumham Paralegal | Tim Advokasi Amicus | Tim Advokasi Peduli Hukum Indonesia | Komunitas Advokat Pengawal RUU Hukum Pidana

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *