Topik Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) selalu bikin tegang, baik dari sisi pekerja maupun pengusaha. Tapi jujur, bagi pengusaha, PHK biasanya jadi jalan terakhir setelah berbagai upaya lain ditempuh. Pertanyaan yang sering muncul: apakah PHK bisa dinegosiasikan? Jawabannya: bisa.
Negosiasi bisa terjadi kalau kedua belah pihak sama-sama terbuka, apalagi kalau masih ada peluang menemukan win-win solution.
Landasan Hukumnya
Sesuai dengan PP No. 35 Tahun 2021 Pasal 37, baik pengusaha, pekerja, maupun pemerintah sebenarnya wajib berupaya agar PHK tidak terjadi. Namun, bila memang PHK tidak bisa dihindari, maka prosesnya harus dilakukan dengan pemberitahuan resmi.
Lebih lanjut, aturan tentang tata cara PHK, alasan PHK, hingga hak-hak pekerja diatur dalam Pasal 36 sampai Pasal 59 PP 35 Tahun 2021.
Dalam praktiknya, kondisi sulit perusahaan seringkali memaksa HR atau praktisi hubungan industrial untuk melakukan negosiasi atas Kompensasi PHK. Namun, penting diingat: negosiasi harus tetap mengedepankan harmonisasi hubungan Industrial dan mencari solusi yang adil bagi kedua belah pihak.
Jadi Kembali kepada topik kita !!
Jadi, PHK Bisa Dinego?
Seperti judul tulisan ini, jawabannya: ya, bisa.
Kompensasi PHK boleh di negosiasikan dan disepakati dalam perjanjian bersama (PB)
Sesuai Pasal 7 UU No 2 Tahun 2004.
Apakah perjanjian bersama yang sudah disepakati dapat dibatalkan? Ya, Bisa.
Pembatalan perjanjian bersama (PB) dapat terjadi apabila ada tipu muslihat dalam pembuatannya diatur dalam Pasal 1328 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPerdata).
Pasal ini menyatakan bahwa tipu muslihat adalah alasan untuk membatalkan perjanjian jika pihak lain tidak akan mengadakan perjanjian tersebut tanpa adanya tipu muslihat itu.
Perlu diperhatikan agar perjanjian dapat dibatalkan karena tipu muslihat, harus terbukti bahwa:
- Ada tindakan penipuan atau tipu muslihat yang disengaja.
- Penipuan tersebut adalah alasan utama pihak lain membuat perjanjian.
- Pihak yang merasa tertipu dapat membuktikan adanya tipu muslihat tersebut.
Tahapan Negosiasi PHK
1. Bipartit
Bipartit adalah perundingan langsung antara pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja untuk menyelesaikan perselisihan hubungan industrial.
Hal yang perlu diperhatikan:
- Pengusaha wajib transparan menyampaikan alasan PHK dengan fakta yang ada, agar tercipta saling pengertian.
- Jika tercapai kesepakatan, maka dibuatlah Perjanjian Bersama (PB) sesuai UU No. 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial.
- Perjanjian Bersama ini kemudian didaftarkan ke Pengadilan Hubungan Industrial, dan setelahnya memiliki kekuatan hukum mengikat bagi kedua belah pihak.
2. Tripartit (Jika Bipartit Gagal)
Kalau negosiasi bipartit tidak mencapai kesepakatan, maka proses bisa dilanjutkan ke tahap tripartit dengan melibatkan mediator dari pemerintah.
Beberapa hal penting dalam tahap tripartit:
- Mengulang pendekatan negosiasi dengan merujuk pada risalah bipartit.
- Menyampaikan kondisi perusahaan secara transparan dan tetap memaksimalkan hak-hak pekerja.
- Jika tercapai kesepakatan, kembali dibuat Perjanjian Bersama sesuai UU No. 2 Tahun 2004, dan wajib didaftarkan di pengadilan negeri.
Kesimpulan
PHK memang bukan situasi yang menyenangkan, tapi tetap bisa dilakukan secara bermartabat dan adil. Memberikan hak normatif atau bahkan lebih kepada pekerja adalah solusi terbaik untuk mencegah perselisihan hingga ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Intinya, PHK bisa dinegosiasikan selama ada:
- itikad baik dari kedua belah pihak,
- tidak adanya tipu muslihat
- kesepakatan yang jelas,
- dan dituangkan dalam Perjanjian Bersama yang didaftarkan secara resmi di pengadilan.
Dengan begitu, meskipun berat, proses PHK tetap bisa menjadi jalan keluar yang adil bagi semua pihak.
Ardiansyah (ArD) & Yanuar Aditya Putra (YAP)