Jakarta – 20 Januari 2025 KAPOLRI Jenderal Listyo Sigit Prabowo resmi meluncurkan Desk Ketenagakerjaan Polri, sebuah inisiatif strategis untuk menyelesaikan berbagai permasalahan ketenagakerjaan di Indonesia. Langkah ini diharapkan dapat menjadi solusi atas sengketa antara perusahaan dan tenaga kerja, sekaligus mendukung daya saing industri nasional.
“Desk Ketenagakerjaan ini kami siapkan sebagai wadah untuk menyelesaikan sengketa industri dan tenaga kerja melalui tahapan yang jelas, mulai dari pelaporan, mediasi, hingga penegakan hukum jika diperlukan,” ujar Jenderal Listyo Sigit Prabowo.
Menteri Ketenagakerjaan Prof. Yassierli turut memberikan apresiasi atas inisiatif Polri tersebut. Ia menilai Desk Ketenagakerjaan Polri merupakan langkah strategis untuk memberikan kepastian hukum bagi pekerja dan perusahaan. “Kami sangat mendukung Desk Ketenagakerjaan ini. Dengan adanya kolaborasi antara pengawas ketenagakerjaan dan Polri, masalah-masalah ketenagakerjaan, baik administratif maupun pidana, dapat diselesaikan secara cepat dan tepat,” ujar Prof. Yassierli.
“Ini pertama di dunia, polisi memiliki subjek tenaga kerjaan untuk menangani tindak pidana ketenagakerjaan,” Melalui kolaborasi antara Polri, pemerintah, dan gerakan buruh, Desk Ketenagakerjaan Polri diharapkan dapat menciptakan suasana kondusif bagi industri dan pekerja.
“Desk Ketenagakerjaan menjadi bagian penting dari ekosistem ketenagakerjaan yang hadir untuk memberikan ketenangan bagi pekerja dan jaminan kepastian hukum. Desk ini juga berperan strategis dalam menangani permasalahan ketenagakerjaan,” ujar Menteri Yassierli. Beliau menerangkan di Kemenaker pun ada pengawas ketenagakerjaan yang bertugas merespons persoalan ketenagakerjaan. Pengawas akan memeriksa terlebih dahulu apakah masalah tersebut terkait dengan administrasi atau pidana ketenagakerjaan, jika permasalahan tersebut berhubungan dengan pidana, maka desk ketenagakerjaan ini akan memberikan respons yang diperlukan. (sumber: https://mediahub.polri.go.id)
Lantas apa saja pelanggaran yang termasuk aspek Tindak Pidana Ketenagakerjaan? Mari kita bahas.
Berikut adalah ketentuan mengenai Tindak Pidana Ketenagakerjan di Indonesia:
Definisi Tindak Pidana Ketenagakerjaan :
Tindak pidana ketenagakerjaan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja atau pengusaha yang melanggar perjanjian kerja, peraturan perusahaan, perjanjian kerja bersama dan Undang-Undang Ketenagakerjaan yang ancaman sanksi pidananya hanya diatur dalam Undang-Undang Ketenagakerjaan. Sedangkan tindak pidana di bidang ketenagakerjaan adalah perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pekerja, pengusaha, atau pihak lain di luar perusahaan yang ancaman sanksi pidananya berdasarkan KUHP, Undang-Undang Ketenagakerjaan, dan/atau Undang-Undang lainnya, baik yang dilakukan sendiri-sendiri maupun bersama-sama. Sahala Aritonang (2020: 20-24).
Pasal 189 UU Ketenagakerjaan menegaskan: “sanksi pidana penjara, kurungan, dan’atau denda tidak menghilangkan kewajiban pengusaha membayar hak-hak dan/atau ganti kerugian kepada tenaga kerja atau pekerja/buruh”.
Terpidana dapat dikenakan sanksi pidana pokok, antara lain pidana penjara, pidana kurungan dan/atau pidana denda.
Sanksi Tindak Pidana Ketenagakerjaan:
- Tindak Pidana Kejahatan;
- Tindak Pidana Pelanggaran;
- Tindak Pidana Denda.
> Jenis-Jenis Tindak Pidana Kejahatan Ketenagakerjaan;
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU No.6 Tahun 2023 Cipta kerja:
- Larangan mempekerjakan Tenaga Kerja Asing bagi pemberi kerja orang perseorangan (Pasal 42 ayat (2) UU 6/2023);
- Larangan Mempekerjakan Anak (Pasal 68 UU 13/2003);
- Larangan Mempekerjakan Anak Pada Pekerjaan Ringan (Pasal 69 ayat (2) UU 13/2003);
- Memberikan kesempatan kepada pekerja untuk menunaikan ibadah yang diwajibkan agamanya (Pasal 80 UU 13/2003);
- Hak Istirahat Melahirkan / Keguguran (Pasal 82 UU 13/2003);
- Kewajiban membayar upah bagi pekerja sesuai dengan kesepakatan (Pasal 88A ayat (3) UU 6/2023);
- Larangan Membayar Upah Dibawah Upah Minimum (Pasal 88E ayat (2) UU 6/2023);
- Menghalangi pelaksanaan hak mogok kerja dan larangan melakukan penangkapan/penahanan(Pasal 143 ayat (1) & (2) UU 13/2003);
- Larangan tidak membayarkan uang pesangon dan/atau uang penghargaan masa kerja dan uang penggantian hak bagi pekerja dalam hal terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (“PHK”) (Pasal 156 ayat (1) UU 6/2023);
- Mempekerjakan pekerja kembali yang dinyatakan tidak bersalah oleh pengadilan (dalam perkara pidana sebelum masa 6 bulan sejak pekerja tidak melakukan pekerjaan dikarenakan ditahan oleh pihak berwajib) (Pasal 160 ayat (4) UU 6/2023;
Sanksi Pidana Penjara Paling Singkat 1 (satu) Tahun dan Paling Lama 4 (empat) Tahun dan/atau Pidana Denda Paling Sedikit Rp 100.000.000 dan Paling Banyak Rp 400.000.000 (Pasal 185 UU 6/2023).
UU No. 21 Tahun 2000 tentang Serikat Pekerja:
Pasal 28
Siapapun dilarang menghalang-halangi / memaksa pekerja/buruh untuk membentuk / tidak membentuk, menjadi pengurus / tidak menjadi pengurus, menjadi anggota / tidak menjadi anggota dan/atau menjalankan / tidak menjalankan kegiatan SP/SB dengan cara:
- melakukan PHK, memberhentikan sementara, menurunkan jabatan, atau melakukan mutasi;
- tidak membayar atau mengurangi upah;
- melakukan intimidasi dalam bentuk apapun;
- melakukan kampanye anti pembentukan SP/SB.
Pasal 43
Barang siapa yang menghalang-halangi atau memaksa pekerja/ buruh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28, dikenakan Sanksi pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 100.000.000,- (seratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah).
UU No.24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial:
Pasal 19 ayat (1)
Pemberi Kerja Wajib Memungut Iuran Yang Menjadi Beban Peserta Dari Pekerjanya Dan Menyetorkannya Kepada BPJS.
Pasal 19 ayat (2)
Pemberi Kerja Wajib Membayar Dan Menyetor Iuran Yang Menjadi Tanggung Jawabnya Kepada BPJS.
Pasal 55
Sanksi Pidana Penjara Paling Lama 8 (delapan) Tahun atau Pidana Denda Paling Banyak Rp1.000.000.000.
> Jenis-Jenis Tindak Pidana Pelanggaran Ketenagakerjaan;
UU No.13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juncto UU No.6 Tahun 2023 Cipta kerja:
- Perlindungan terhadap tenaga kerja dalam pelaksanaan penempatan dan saat mempekerjakan tenaga kerja Pasal 35 ayat (2) atau (3) UU Ketenagakerjaan;
- Pengecualian upah bagi para pekerja yang tidak dapat melakukan pekerjaan Pasal 93 ayat (2) UU
Dikenakan sanksi pidana penjara paling singkat 1 bulan dan paling lama 4 tahun dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 dan paling banyak Rp 400.000.000,00 – Pasal 186 UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 64 UUCK
- Persyaratan mempekerjakan TKA Pasal 45 ayat (1) UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 7 UUCK;
- Perlindungan kepada tenaga kerja penyandang cacat Pasal 67 ayat (1) UU Ketenagakerjaan;
- Persyaratan untuk mempekerjakan anak Pasal 71 ayat (2) UU Ketenagakerjaan;
- Pekerja perempuan Pasal 76 UU Ketenagakerjaan;
- Kewajiban pembayaran upah kerja lembur Pasal 78 ayat (2) UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 22 UUCK;
- Waktu istirahat dan cuti tahunan Pasal 79 ayat (1), (2) atau (3) UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 23 UUCK;
- Pembayaran upah kerja lembur pada waktu hari libur resmi Pasal 85 ayat (3) UU Ketenagakerjaan;
- Larangan bagi perusahaan untuk mengganti pekerja dan memberikan Sanksi kepada para pekerja yang ikut melakukan mogok kerja Pasal 144 UU Ketenagakerjaan.
Dikenakan sanksi pidana kurungan paling singkat 1 bulan dan paling lama 12 bulan dan/atau denda paling sedikit Rp 10.000.000,00 dan paling banyak Rp 100.000.000,00 Pasal 187 UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 65 UUCK.
- Pungutan biaya penempatan tenaga kerja dari pengguna tenaga kerja dan dari tenaga kerja golongan dan jabatan tertentu Pasal 38 ayat (2) UU Ketenagakerjaan;
- Kewajiban untuk membuat surat pengangkatan dalam Perjanjian Kerja Waktu Tidak Tertentu (“PKWTT”) yang dibuat secara lisan Pasal 63 ayat (1) UU Ketenagakerjaan;
- Persyaratan waktu kerja lembur Pasal 78 ayat (1) UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 22 UUCK;
- Kewajiban pembuatan Peraturan Perusahaan (“PP”) Pasal 108 ayat (1) UU Ketenagakerjaan;
- Pembaharuan PP Pasal 111 ayat (3) UU Ketenagakerjaan;
- Sosialisasi PP Pasal 114 UU Ketenagakerjaan;
- Pemberitahuan tertulis mengenai penutupan perusahaan Pasal 148 UU Ketenagakerjaan.
Dikenakan sanksi pidana denda paling sedikit Rp 5.000.000,00 dan paling banyak Rp 50.000.000,00 Pasal 188 UU Ketenagakerjaan jo Pasal 81 angka 66 UUCK.
UU No. 2 Tahun 2004 tentang PPHI:
- Diminta Keterangan Oleh Konsiliator & Menjaga Kerahasiaannya (Pasal 22 ayat (1) dan (3) UU 2/2004);
- Diminta Keterangan Oleh Arbiter & Menjaga Kerahasiaannya (Pasal 47 ayat (1) dan (3) UU 2/2004);
- Dipanggil Menjadi Saksi / Saksi Ahli (Pasal 90 ayat (2) UU 2/2004);
- Diminta keterangan oleh Majelis Hakim & Menjaga Kerahasiaannya (Pasal 91 ayat (1) dan (3) UU 2/2004).
Sanksi Pidana Kurungan Paling Singkat 1 (satu) Bulan dan Paling Lama 6 (Enam) Bulan dan/atau Denda Paling Sedikit Rp.10.000.000 dan Paling Banyak Rp.50.000.000 (Pasal 122 UU 2/2004).
Meskipun cukup banyak pasal-pasal Pidana dalam Undang-Undang terkait Ketenagakerjaan, tidak semua pasal-pasal pidana tersebut sudah diterapkan.
Sebenarnya pada bulan Desember 2017 Menteri Ketenagakerjaan M Hanif Dhakiri dan Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian menandatangani nota kesepahaman (MoU) tentang Penanganan Terpadu Pencegahan dan Penegakan Hukum di Bidang Ketenagakerjaan di Kantor Kemnaker, Jakarta, “Kerja sama ini meliputi tiga ranah ketenagakerjaan yakni tenaga kerja di dalam negeri yang dinamikanya luar biasa, tenaga kerja di luar negeri dan tenaga kerja asing yang ada di Indonesia,” ujar Hanif usai penandatanganan. Penandatanganan MoU itu akan ditindaklanjuti dengan perjanjian kerja sama (PKS) antara unit-unit teknis di Kemenaker dan satuan kerja di Polri serta diimplementasikan di lapangan. “Saya ingin semua di bidang ketenagakerjaan dibersihkan semua yang melanggar hukum atau yang membuat banyak masalah ini biar bisa bersih, kalau Kemnaker bertandem dengan jajaran Polri,” kata Menaker. Menaker mengatakan masalah ketenagakerjaan merupakan persoalan strategis yang membutuhkan perhatian serius dari semua komponen bangsa terutama dari jajaran Pemerintah, karena menyangkut harkat dan martabat manusia. “Karena itu segala persoalan ketenagakerjaan harus ditangani secara profesional dan proporsional dengan tetap menjunjung tinggi nilai-nilai hak azasi manusia dan keadilan,” ujarnya. Lewat perjanjian kerja sama tersebut, Kementerian Ketenagakerjaan dan Polri saling memberikan data dan/atau informasi tentang adanya indikasi, rencana dan perbuatan pihak-pihak tertentu yang melanggar hukum ketenagakerjaan di tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota dan desa.(sumber: https://www.antaranews.com)
Redaksi DuniaHR.com berharap semoga Desk Ketenagakerjaan kolaborasi antara Kemnaker RI dan Polri dapat lebih efektif sebagai “Solusi Cepat Penanganan” Tindak Pidana Ketenagakerjaan di Indonesia.
Salam,
Redaksi DuniaHR.com
[YAP]
Ingin bertanya seputar dunia kerja dan permasalahan praktis yang ditemui kini lebih mudah melalui forum WAG Dunia HR Discussion:
Dukung dan support kegiatan Dunia HR dengan cara follow/subscribe:
Instagram: https://www.instagram.com/duniahrcom/
Youtube: https://www.youtube.com/channel/UCnIChHnIPZEz5BqB0jTxoxQ
Linkedin: https://www.linkedin.com/company/duniahr-com/
Mitra Kolaborasi :
Pasang Lowongan Kerja Gratis 100% tanpa syarat hanya di Rekruter Indonesia Bersatu
Komunitas Belajar HR sesuai SKKNI PeopleUp
Konsultan SDM & Layanan Transformasi Organisasi HeaRt Squad Indonesia