PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) adalah pengakhiran hubungan kerja antara pekerja dan pengusaha, pengusaha, pekerja, serikat pekerja dan pemerintah mengupayakan agar tidak terjadinya PHK.
Dalam hal Pemutusan Hubungan Kerja tidak dapat dihindari, maksud dan alasan Pemutusan Hubungan Kerja diberitahukan oleh Pengusaha kepada Pekerja/Buruh dan/atau Serikat Pekerja/Serikat Buruh di dalam Perusahaan apabila Pekerja/Buruh yang bersangkutan merupakan anggota dari Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dapat terjadi karena berbagai alasan, termasuk pelanggaran berat atau keadaan mendesak.
PHK karena Pelanggaran Berat
PHK karena Pelanggaran Berat adalah tindakan serius yang melanggar hukum atau aturan perusahaan seperti pencurian, penggelapan, penipuan, memberikan keterangan palsu, mabuk atau menggunakan narkoba di tempat kerja, penganiayaan, serta perbuatan asusila, PHK karena Pelanggaran Berat tidak wajib ada peringatan terlebih dahulu.
Dasar Hukum Pelanggaran Berat
- UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 158 Ayat 1 huruf f (sebelum dibatalkan)
Pengusaha dapat melakukan pemutusan hubungan kerja terhadap pekerja/buruh karena pekerja/buruh melakukan kesalahan berat sebagai berikut: melakukan perbuatan yang dapat dikategorikan sebagai pelanggaran berat. - Putusan MK No. 012/PUU-I/2003
- Harus dibuktikan secara hukum melalui pengadilan atau lembaga terkait
Mahkamah Konstitusi (MK) telah membatalkan Pasal 158 ayat (1) Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan. Pasal ini mengatur tentang Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) karena kesalahan berat yang dilakukan pekerja/buruh.
Alasan MK membatalkan Pasal 158 Ayat 1 Huruf f adalah
- Istilah “pelanggaran berat” dalam pasal tersebut tidak jelas (vague norm), sehingga menyebabkan multitafsir.
- Memberi kewenangan sepihak kepada pengusaha untuk menilai dan memutus hubungan kerja tanpa proses hukum yang adil.
- Bertentangan dengan prinsip perlindungan hak atas pekerjaan sebagaimana dijamin dalam Pasal 28D ayat (2) UUD 1945.
Pembatalan ini berarti bahwa PHK dengan alasan kesalahan berat tidak bisa dilakukan secara sepihak oleh pengusaha, dan harus melalui proses peradilan pidana terlebih dahulu.
Hak Pekerja PHK karena Pelanggaran Berat
Uang Penggantian Hak (UPH) sesuai Pasal 156 ayat 4 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah hak pekerja yang mengalami pemutusan hubungan kerja (PHK) untuk mendapatkan penggantian atas hak-hak yang belum mereka gunakan.
Hak ini meliputi cuti tahunan yang belum diambil, biaya pulang ke kampung halaman, dan hal-hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama.
Uang Penggantian Hak ini merupakan hak pekerja yang diatur dalam undang-undang dan wajib dipenuhi oleh perusahaan. Besaran UPH dapat bervariasi tergantung pada perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama yang berlaku.
PHK karena Alasan Mendesak
Dasar Hukum PHK Alasan Mendesak PP 35 tahun 2021 Pasal 52 ayat 2. Pengusaha dapat melakukan Pemutusan Hubungan Kerja terhadap Pekerja/Buruh karena alasan Pekerja/Buruh melakukan pelanggaran bersifat mendesak yang diatur dalam Perjanjian Kerja, Peraturan Perusahaan, atau Perjanjian Kerja Bersama.
Kondisi PHK alasan mendesak dalam unsur Pidana seperti, contoh:
- Melakukan penipuan, pencurian, atau penggelapan barang dan/atau uang milik Perusahaan;
- Memberikan keterangan palsu atau dipalsukan sehingga merugikan Perusahaan;
- Mabuk, meminum minuman keras yang memabukkan, memakai dan/atau mengedarkan narkotika, psikotropika, dan zat adiktif lainnya di lingkungan kerja;
- Melakukan perbuatan asusila atau perjudian di lingkungan kerja;
- Menyerang, menganiaya, mengancam, ataumengintimidasi teman sekerja atau Pengusaha di lingkungan kerja
Kondisi tertentu yang membuat hubungan kerja tidak bisa dilanjutkan:
- Membujuk teman sekerja atau Pengusaha untuk melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan;
- Dengan ceroboh atau sengaja merusak atau membiarkan dalam keadaan bahaya barang milik Perusahaan yang menimbulkan kerugian bagi Perusahaan;
- Dengan ceroboh atau sengaja membiarkan teman sekerja atau Pengusaha dalam keadaan bahaya di tempat kerja;
- Membongkar atau membocorkan rahasia Perusahaan yang seharusnya dirahasiakan kecuali untuk kepentingan negara atau melanggar Perjanjian kerahasiaan atau Non-Disclosure aggrement
- Menolak tugas penting tanpa alasan
- Melakukan fitnah dan provokasi dilingkungan perusahaan dan menyebabkan kegaduhan
Ciri-ciri Alasan Mendesak
- Tidak harus pelanggaran hukum
- Bisa dilakukan dengan bukti internal perusahaan
- Bentuk pelanggaran sudah tercatat dalam Peraturan Perusahaan dan Perjanjian Kerja Bersama yang sudah di sosialisasikan
Catatan Penting : Untuk Pemutusan Hubungan kerja dengan Alasan mendesak wajib dimasukan kedalam Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama.
Hak Pekerja PHK karena Alasan Mendesak
- Uang Pergantian Hak Sesuai dengan Pasal 40 ayat 4, dimana mencakup cuti tahunan yang belum diambil dan belum gugur, biaya pulang untuk pekerja/buruh dan keluarganya, serta hal lain yang diatur dalam perjanjian kerja, peraturan perusahaan, atau perjanjian kerja bersama
- Uang Pisah yang besaranya sesuai dengan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama
Setelah UU Cipta Kerja (UU No 11 Tahun 2020 ) menghapus Pasal 158 secara resmi, dan tidak menghidupkan kembali pasal yang telah dibatalkan MK, namun pengaturan tentang PHK karena pelanggaran berat tetap ada, tetapi dengan pendekatan berbeda, yaitu sesuai dengan PP 35 Tahun 2021 tepatnya pada Pasal 51 Ayat 2:
- PHK karena pelanggaran berat tetap dimungkinkan setelah UU Cipta Kerja, tetapi harus disertai proses pembuktian yang kuat.
- Kesimpulannya meskipun terminologi “pelanggaran berat” masih digunakan, mekanisme pemutusannya tetap mengikuti prinsip perlindungan hukum dan proses yang adil, sejalan dengan Putusan MK No. 012/PUU-I/2003.
- Penting bagi pengusaha dan pekerja memahami hak dan kewajiban dalam proses PHK.
- Pastikan semua proses PHK dilakukan sesuai hukum untuk menghindari sengketa.
- Pentingnya Perusahaan mensosialisasikan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama agar meminimalisir terjadinya PHK karena alasasan mendesak
Setelah UU Cipta Kerja (UU No 11 Tahun 2020 ) menghapus Pasal 158 secara resmi, tidak menghidupkan kembali pasal yang telah dibatalkan MK, namun pengaturan tentang PHK karena pelanggaran berat tetap ada, tetapi dengan pendekatan berbeda, yaitu sesuai dengan PP 35 Tahun 2021 tepatnya pada Pasal 51 Ayat 2.
- PHK karena pelanggaran berat tetap dimungkinkan setelah UU Cipta Kerja, tetapi harus disertai proses pembuktian yang kuat.
- Kesimpulannya meskipun terminologi “pelanggaran berat” masih digunakan, mekanisme pemutusannya tetap mengikuti prinsip perlindungan hukum dan proses yang adil, sejalan dengan Putusan MK No. 012/PUU-I/2003.
- Penting bagi pengusaha dan pekerja memahami hak dan kewajiban dalam proses PHK.
- Pastikan semua proses PHK dilakukan sesuai hukum untuk menghindari sengketa.
- Pentingnya Perusahaan mensosialisasikan Peraturan Perusahaan atau Perjanjian Kerja Bersama agar meminimalisir terjadinya PHK karena alasasan mendesak
Ardiansyah
Profil Kontributor |
---|
Ardiansyah - Industrial Relation Multi Industri | HRD Expert | Legal | Ahli K3 Umum | TKA Specialist |