![]()
Pemerintah kembali memberikan stimulus fiskal yang berdampak langsung pada kantong pegawai. Melalui penerbitan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025, pemerintah secara resmi memperluas fasilitas Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP).
Regulasi baru ini merupakan perubahan atas PMK Nomor 10 Tahun 2025 dan bertujuan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi serta penciptaan lapangan kerja, kali ini dengan fokus khusus pada sektor pariwisata.
Bagi praktisi HR (Comben/Payroll) berikut adalah 5 poin penting yang wajib Anda ketahui dan siapkan:
- Insentif PPh 21 DTP yang sebelumnya sudah berjalan untuk 4 bidang industri (alas kaki, tekstil, furnitur, serta kulit dan barang dari kulit) kini diperluas untuk mencakup bidang industri pariwisata. Namun, poin paling krusial bagi HR adalah adanya perbedaan jangka waktu pemberian insentif:
- Industri Awal (Tekstil, Furnitur, dll): Berlaku Januari 2025 s.d. Desember 2025.
- Industri Pariwisata (Baru): Hanya berlaku untuk Masa Pajak Oktober 2025 s.d. Desember 2025
- Bagaimana Nasib Payroll Oktober? Ini adalah dilema praktis terbesar. PMK-72/2025 baru diundangkan pada 28 Oktober 2025 , padahal insentifnya berlaku surut untuk Masa Pajak Oktober 2025. Faktanya, sebagian besar perusahaan sudah menjalankan proses payroll (gajian) sebelum tanggal 28, dan sudah terlanjur memotong PPh Pasal 21 pegawai untuk bulan Oktober. Solusinya: Sesuai Pasal 5 ayat (1), insentif DTP ini “harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja”. Karena karyawan tetap berhak atas insentif di bulan Oktober, maka perusahaan yang sudah terlanjur memotong PPh 21 wajib mengembalikan potongan tersebut kepada pegawai yang berhak. Kapan Pembayarannya? Regulasi tidak merinci tanggal “rapel”. Namun, praktik terbaiknya adalah segera dibayarkan atau digabungkan pada saat pembayaran gaji bulan November 2025.
- Tidak semua pegawai di sektor tersebut otomatis mendapat insentif. Kriteria penerimanya masih sama dengan aturan sebelumnya (Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025) :
- Pegawai Tetap: Pegawai yang memiliki penghasilan bruto bersifat tetap dan teratur yang disetahunkan tidak lebih dari Rp 10.000.000 (sepuluh juta rupiah) per bulan. Catatan Penting: Pengecekan batas 10 juta ini dilakukan pada bulan Januari 2025 (atau bulan pertama karyawan bekerja). Jika gaji pegawai pada Januari 2025 adalah Rp 10 juta, ia tetap berhak mendapat DTP, meskipun gajinya naik di pertengahan tahun .
- Pegawai Tidak Tetap: Pegawai yang menerima upah dengan jumlah rata-rata penghasilan bruto sehari tidak lebih dari Rp 500.000 (lima ratus ribu rupiah).
- Lampiran PMK-72/2025 memberikan daftar 77 Kode Klasifikasi Lapangan Usaha (KLU) yang masuk dalam kategori pariwisata. Perluasan ini sangat masif, mencakup:
- Akomodasi: Hotel Bintang (KLU 55110), Hotel Melati (55120), Pondok Wisata (55130), Vila (55193).
- Jasa Makanan & Minuman: Restoran (56101), Rumah Makan (56102), Kedai Makanan (56103), Bar (56301), dan Rumah Minum/Kafe (56303).
- Event & Atraksi: Jasa MICE (82301), Museum Swasta (91022), Cagar Budaya (91024), Fasilitas Stadion (93111), dan Taman Rekreasi (93211).
- Rekreasi & Kebugaran: Bahkan mencakup Fitness Center (93116), Arung Jeram (93241), Wisata Selam (93242), Karaoke (93292), Rumah Pijat (96121), dan Aktivitas Spa (96122).
- Wajib Diberikan Tunai: Ini adalah bagian paling teknis namun sangat penting untuk payroll dan finance yaitu Insentif DTP ini harus dibayarkan secara tunai oleh perusahaan kepada pegawai pada saat pembayaran penghasilan. Ini berarti PPh 21 tidak dipotong (atau dikembalikan jika terlanjur dipotong), sehingga take-home pay pegawai bertambah. Karena insentif pariwisata baru dimulai di bulan Oktober, ada potensi terjadi Lebih Bayar PPh 21 pada perhitungan akhir tahun (Masa Desember). PMK-72/2025 memberikan aturan khusus untuk ini:
- Pasal 5a (Baru): Jika pada akhir tahun PPh 21 yang telah dipotong (Jan-Sep) ditambah PPh 21 DTP (Okt-Des) ternyata lebih besar dari PPh 21 terutang setahun, maka kelebihan PPh 21 tersebut dapat dikembalikan oleh perusahaan kepada pegawai. Namun, pengembalian ini hanya sebesar bagian kelebihan pemotongan pajak yang tidak ditanggung pemerintah (yaitu, pajak yang sudah dibayar karyawan pada Jan-Sep).
- Pasal 6a & 6b (Baru): Perusahaan (sektor pariwisata) dapat mengkompensasikan nilai LB (Lebih Bayar) yang dikembalikan ke karyawan ke masa pajak berikutnya. Syaratnya, perusahaan wajib membuat “kertas kerja penghitungan” dan “bukti pemotongan tambahan” sesuai format di Lampiran C.
Bagaimana dengan pegawai yang pajaknya ditunjang/ditanggung oleh perusahaan?
Pemerintah memberikan panduan pada pasal 5 ayat (1) yaitu Pajak Penghasilan Pasal 21 ditanggung pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) merupakan insentif yang harus dibayarkan secara tunai oleh Pemberi Kerja pada saat pembayaran penghasilan kepada Pegawai tertentu, termasuk dalam hal Pemberi Kerja memberikan tunjangan Pajak Penghasilan Pasal 21 atau menanggung Pajak Penghasilan Pasal 21 kepada Pegawai.
Perhitungan THP sebelum diberikan DTP
Gaji pokok Rp 8.000.000
PPh 21 terutang Rp 120.000
Dibayarkan ke pegawai Rp 8.000.000
Perhitungan THP sebelum diberikan DTP (Gross Up)
Gaji pokok Rp 8.000.000
PPh 21 terutang Rp 120.000 (Ditanggung Perusahaan/Tunjangan)
Dibayarkan ke pegawai Rp 8.120.000
Meskipun dalam THP dalam perhitungan PPh 21 sebelumnya sudah ditanggung oleh perusahaan, nilai PPh 21 yang saat ini ditanggung pemerintah tetap diberikan sebagai tambahan THP.
Kesimpulan PMK-72/2025:
PMK-72/2025 adalah stimulus positif yang bertujuan meningkatkan daya beli karyawan di sektor pariwisata. Bagi praktisi HR di perusahaan yang KLU-nya termasuk dalam daftar, berikut langkah yang harus segera diambil:
- Konfirmasi KLU utama perusahaan Anda di data DJP. Apakah termasuk dalam 77 KLU pariwisata?
- Segera siapkan sosialisasi sekaligus menyipakan data karyawan yang memenuhi kriteria penghasilan (di bawah Rp 10 juta/bulan untuk pegawai tetap atau Rp 500 ribu/hari untuk tidak tetap).
- HITUNG & BAYARKAN RAPEL OKTOBER: Hitung PPh 21 DTP Masa Oktober 2025 yang sudah terlanjur dipotong, dan segera kembalikan/reimburse kepada karyawan. Paling lambat, gabungkan dalam pembayaran gaji November 2025.
- Ubah sistem payroll untuk Masa Pajak November dan Desember 2025 agar PPh 21 karyawan yang berhak tidak dipotong.
- Waspadai potensi ‘Lebih Bayar’ PPh 21 di akhir tahun. Siapkan mekanisme untuk mengembalikan kelebihan potong (non-DTP) kepada karyawan dan siapkan “Kertas Kerja” sesuai Lampiran C untuk kompensasi perusahaan.
- Jangan lupa untuk melaporkan realisasi insentif DTP ini dengan benar.
Untuk lebih lengkapnya silahkan unduh link berikut ini
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 72 Tahun 2025
Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 10 Tahun 2025
[MN]







