TREND HR di INDONESIA 2021

Loading

TREND HR di Indonesia 2021

Sebenarnya antara HR di Indonesia, akan banyak terpengaruh juga oleh trend HR dunia. Banyak trend HR dunia yang juga akan masuk dan pengaruhi praktek di Indonesia. Hanya saja, karena isu-isu lokalnya berbeda, maka tantangan buat praktisi HR Indonesia, punya urgensi yang sedikit berbeda dengan HR di luar sana.

Misalkan, trend HR soal HR analytic ataupun lerarning management system (LMS) yang mulai menjadi perhatian sejak beberapa tahun terakhir, akan menjadi isu HR di Indonsesia, hanya saja urutannya berbeda.

Mari kita lihat, berdasarkan berbagai studi yang kami adakan dengan melihat berbagai trend dunia. Misalkan saja dari website HR Resources Today (www.humanresourcestoday.com) atau data dari Global Talent 2021 yang dipublikasikan Oxford Economics atau pun “The 2020 HR Sentiment Survey” yang diterbitkan oleh Futureworkplace, 2020 bisa jadi memberi gambaran soal bagaimana kondisi HR dunia punya dampak pada praktek HR Indonesia juga.

Jika digabungkan, maka dari diskusi timnya HR Excellency dan MWS Indonesia, kami menyimpulkan beberapa trend HR Indonesia memasuki masa pandemi yang masih berlanjut hingga 2021 ini.

Apa sajakah trend tersebut?

1. Revisi Man Power Planning

Tahun 2020 telah membawa banyak dampak buat para praktisi HR. Khususnya dalam hal budget orang-orangnya. Gelombang PHK dan pemotongan gaji, insentif membuat HR dalam tekanan mengoptimalkan orang-orang yang ada.

Pertanyaan klasik yang semakin urgent buat para HR akan semakin kuat gaungnya adalah, “Bagaimana dengan orang makin terbatas, hasilnya tetap optimal, produksi masih tetap sama bahkan lebih?”. Akhirnya, HR akan mengevaluasi dan menjustifikasi ulang orang-orangnya. Siapa yang star, deadwood, dan bisa dilepaskan, akan menjadi isu penting memasuki tahun 2021 yang masih belum jelas kondisi perekonomiannya.

2. Teknologi dan Artificial Intelligence Menggantikan Manusia

Bisa jadi, ini bukan keputusan HR sebenarnya. Tapi keputusan strategis bisnis. Maraknya demo butuh di Indonesia yang terus-menerus menuntut kenaikan upah minimal. Plus tingkat produktivitas yang rendah di Indonesia, membuat HR mendapatkan tekanan dari manajemen maupun pemilik bisnis.

Bagaimana manusia dan para buruh, diganti dengan mesin dan artificial intelligence. Kalaupun HR tidak setuju, para pemilik bisnis dan top management akan tetap jalan dengan ide ini di masa depan. Terbukti, selama masa pandemi ini, beberapa anggota APINDO (Asosiasi Pengusaha Indonesia) mengumumkan investasi mereka ke mesin, yang bisa mengganti peran manusia.

Ujung-ujungnya tugas HR adalah mengoptimalkan manusia yang akan menghandle mesin-mesin ini (mulai dari mendapatkan tenaga kerja, atau melatih yang sudah ada dan membuat mereka trampil dengan mesin yang baru).

3. Inklusif Leader dan Inklusif HR

Polaritas yang terjadi di masyarakat kita gara-gara pilkada, politisasi masyarakat oleh para politisi berbaju agama atau suku, akan punya dampak besar terhadap industri. Padahal, fokus industri adalah produksi dan produktivitas bukan terlibat dalam politik praktis. Untuk itu HR Indonesia punya tugas besar menjaga netralitas perusahaan dan organisasinya.

Salah satu isu pentingnya adalah soal inklusivitas. Hal ini menyangkut soal menghargai keberagaman suku, agama, ras serta memastikan hak-hak mereka tetap terjaga. Konsep HR dan pemimpin yang inklusif akan jadi tantangan bagi prakteknya HR di Indonesia, dalam tahun-tahun mendatang. Konsep yang di luar negeri disebut DEI (diversity, equal, inclusive) akan jadi urgensi HR di Indonesia.

Bahkan HR sendiri mungkin harus menghadapi praktek manajemen internal yang tidak netral. Atau, akan jadi tantangan bagi HR itu sendiri untuk mendapatkan talent-talent yang berkualitas kalau HR-nya sendiri tidak netral (dan lebih mementingkan latar belakang) daripada kemampuan manusia sebenarnya.

“Surprise! (182/365)” by andrewrennie is licensed under CC BY-SA 2.0

4. Tempat Kerja Hibrid

Adanya pembatasan berskala besar selama pandemi telah menciptakan sebuah kebiasaan baru di Indonesia. Work from home. Dulunya, ini kebanyakan dikenal diperusahaan-perusahaan besar, dan yang punya teknologi remote sharing (sharing kerja) yang canggih.

Tapi, adanya pandemi membuat perusahaan, tanpa pandang bulu harus beradaptasi dengan cara kerja campuran antara work from home dan work from office. Akhirnya, ini akan jadi tantangan baru bagi HR.

Bagaimana memungkinkan segala lapisan, tetap produktif, meskipun di rumah atau di tempat yang terpisah. Selain mengandalkan teknologi, HR juga harus membantu meredesain proses kerja, ikut menentukan teknologi yang bisa membantu hingga memikirkan aturan baru terkait pola kerja hibrid (campuran anara kerja di rumah dan kerja di kantor).

5. K3 Makin Punya Dampak Serius

Sebelumnya praktek K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) umumnya hanya jadi perhatian utama di tempat kerja yang berisiko tinggi. Misalkan di pabrik. Tapi, dengan adanya pandemi membuat semua organisasi sadar bahwa risiko kesehatan kerja bukan lagi hanya di pabrik dimana manusia berurusan dengan mesin berbahaya, tapi juga bisa di kantor, di ruangan AC yang tertutup.

Munculnya kluster penyebaran covid-19 di kantor, membuat banyak pihak sadar bahwa kantor pun punya risiko kesehatan dan keaelamatan kerja yang serius. Maka, ke depannya, HR punya tanggung jawab menciptakan protokol kerja baru, juga soal SOP untuk memastikan kesehatan dan keselamatan bagi karyawan di organisasinya. Tidak peduli dimanapun mereka berada.

HR di tahun 2021 punya persoalan pelik yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya,  “Bagaimana memastikan karyawan tetap selamat hidupnya, aman melakukan kerjaannya, tenang bekerja dan tidak tertular penyakitnya gara-gara di tempat kerja”.

Agak paranoid memang, tapi itulah antisipasi penting yang perlu HR lakukan, untuk menghindari terjadinya kasus ataupun tuntutan gara-gara tidak sterilnya tempat kerja.

6. Kontrak, Outsource dan Partnership

Tujuannya ada dua,  efisiensi biaya dan fokus pada hal penting. Umumnya, dari sisi bisnis, ini sudah dilakukan. Tapi, ini juga akan masuk dalam prakteknya HR. Baik di fungsinya HR sendiri, juga yang terkait dengan operasional bisnis. HR akan melakukannya dengan hati-hati tanpa melanggar aturan ketenagakerjaan.

Tapi ini, trend masa lalu yang akan berlanjut. Prakteknya sama, optimalisasinya yang akan berlanjut. Di tengah tingginya tuntutan dari karyawan kontrak agar bisa jadi permanen, HR akan berusaha meningkatkan level engagement (termasuk rasa sense of belonging) terhadap organisasi.

Bahkan, HR punya PR terus menjaga perasaan bagaimana karyawan kontrak tetap dihargai, termasuk rasa tidak dibeda-bedakan. Itukah sebabnya, trend melibatkan semua karyawan termasuk kontrak, akan terus berlanjut di 2021.

Trend ke depannya, HR makin dituntut menciptakan program-program yang membuat karyawannya (khususnya yang kontrak) tidak merasa dianaktirikan. Disisi lain, HR akan meng-outsource serta melibatkan pihak-pihak lainnya dalam pengembagan sistem maupun sarana bagi peningakatan produktivitas karyawan. Sebagai contoh misalkan trend partner soal training dan pengembangan karyawan, yang masih akan terus berlanjut. Malah, jadi pilihan efisiensi.

7. Virtual Training, Virtual Coaching, Virtual Development

Pandemi 2020 telah menciptakan sebuah trend baru di Indonesiaa, trend training secara virtual. Sebelumnya, kebiasaan baru ini agak sulit diadaptasikam di Indonesia.

Padahal, ini bukan trend baru. Tetapi, adopsinya di Indonesia sangat lambat. Kalaupun ada, hanya terbatas paa jenis industri tertentu (IT khususnya) juga di perusahaan tertentu (umumnya perusahaan global yang induk perusahaannya telah mengadopsi sistem pembelajaran virtual, sehingga yang di Indonesia pun mau nggak mau harus mengadopsinya).

Namun, pandemi akhirnya memaksa sistem ini diadopsi organisasi dan perusahaan manapun, tanpa pandang bulu. Termasuk yang tidak kenal pembelajaran virtual. HR pun jadi harus belajar, membiasakan diri dan mengakomodir. Termasuk ke depannya, bukan hanya virtual seminar atau learning, ke depannya banyak treatment personal (termasuk coaching atau personal discussion) akan dijalan dengan sistem ini.

Bahkan, ke depannya, HR pun jadi ikut-ikutan mulai dituntut secara serius memikir learning platform yang bersifat gabungan antara online and offline, untuk mengakomodir pembelajaran manusia-manusia di organisasinya.

8. Employee Champion ke Brand Champion

Indonesia termasuk dalam negara kategori extrovert yang banyak sharing soal aktivitas dan kegiatannya, secara online. Hal ini sedikit berbeda dengan Jepang atau Jerman yang budayanya lebih tertutup. Dampaknya, ini berpengaruh pada trend masyarakat maupun perusahaan.

Masyarakat Indonesia, banyak melihat brand melalui social media. Dan untuk itulah mau tidak mau HR pun berperan seperti layaknya marketing brand perusahaan ke masyarakat. Terbukti bahwa banyak perusahaan yang rajin muncul di sosial media, diberikan persepsi yang lebih baik oleh masyarakat.

Dan bukan hanya itu. Karyawanpun merasa lebih bangga. Karna itulah, beberapa HR di perusahaan mulai mulai punya akun tersendiri, publikasi bahkan menciptakan berbagai event dan aktivitas yang mengangkat brand peusahaan.

Tujuannya sederhana, menciptakan kebanggaan terhadap brand organisasi. Ujung-ujung selain membuat karyawan (khususnya milenial) merasa bangga, juga sebagai daya tarik terhadap talent-talent baru. Beberapa HR perusahan di Jakarta, Medan ataupun Surabaya, mulai menggunakan strategi ini.

9. Dari Data Analytic Buat Evidence-Based Practice

Trend data analytic telah dimulai di HR global beberapa tahun terakhir ini. Di Indonesia, pemahamannya sudah ada meskipun tidak sebagai satu disiplin khusus. Dalam prakteknya, datanya terkait HR yang ada, penggunaanya hanya sesekali ketika menghadapi satu situasi atau permintaan khusus.

Namun, ke depannya termasuk di 2021, permintaan ini akan terus meningkatkan. Alasannya, data ini penting buat pengambilan keputusan. Bahkan, bukan hanya data analytic dari data HR organisasi, para praktisi HR di Indonesia juga makin ditantang dengan pertanyaan dari top mangement, “Data di kitanya bagaimana ya? Trus, data dari luar bagaimana? Praktek di tempat lain seperti apa? Data, laporan dan hasil riset tentang hal ini, bicaranya apa?”.

Maka, ini memunculkan juga isu pentingnya evidence-based practice, sebuah kajian penting soal bagaimana membuat strategi berdasarkan bukti-bukti yang ada. Kalau boleh dikatakan, HR di Indonesia harus mulai terbiasa dengan 2 jenis bukti. Bukti (dengan huruf “b” besar) yang mengacu pada praktek dan bukti dari luar, termasuk data studi, riset, best practice. Juga bukti (dengan huruf “e” kecil) yang mengacu pada bukti internal, yang termasuk diantaranya hasil data analytic dari data-data internal.

HR punya tantangan menggabungkan kedua bukti ini, buat bahan bicara dan argumentasi kepada pihak manajemen.

9. Global Knowledge ke Individuasi

Bertahun-tahun, trend global membuat HR mesti terus update dengan apa yang terjadi. Apalagi, kalau HRnya berada di organisasi yang global.

Namun menariknya apa yang menjadi ramalannya Alvin Toffler soal kecenderungan “global villange tapi pada saat yang bersamaan, terjadi trend tribalisasi (kesukuan dan menguatnya identitas kelompok)” juga dialami di HR.

Artinya, di satu sisi praktek HR akan mengikuti kaidah global, tapi di sisi lain HR yang lebih customized akan dituntut. Ditengah praktek menyamakan gerak langkah misalkan dengan praktek, kultur, sistem yang sama, agar lebih sama bahasanya, tapi tuntutan bahwa “kami tidak bisa disamakan” dengan yang lainnya, juga akan menguat.

Akibatnya, di tahun 2021 akan berlanjut praktek HR yang customized yang mempertimbangkan keunikan organisasi, keunikan praktek dan latar belakang. Sebagai contoh misalkan adanya upaya menyamakan kultur BUMN, ternyatabdirespon pula dengan munculnya keinginan beberapa pihak di organisasi yang tidak ingin “disamakan” karna jenis dan usahanya berbeda.

Singkat kata, jika disimpulkan ke depannya HR di Indonesia akan semakin berhadapan dengan isu-isu yang paradoks, yang tampaknya saling bertentangan seperti ini. Tapi, HR harus memberi ruang dan mengakomodirnya. Jadi diantara misalkan, memberikan ruang kebebasan berekspresi, tapi juga memberikan kerangka ekspresi agar tidak menjadi liar.

Mengikuti konsep umum dan global, tapi juga memberi ruang buat perbedaan dan penyesuaian. Mengakomodasi keinginan dan kemauan pihak buruh, tapi juga menegaskan aturan-aturan yang tak bisa ditawar-menawar demi kelagsungan hidup organisasi.

Disinilah HR Indonesia dalam tahun-tahun mendatang ini akan dituntut untuk menjadi HR yang diplomatis, fleksibel dan agile (mampu menyesuaikan diri dengan gerak yang lincah) menghadapi isu-isu baru yang bisa muncul dengan begitu cepatnya seiring dinamisnya tata industri dan peraturan pemerintah yang bisa muncul dan terbit setiap waktu. Yang terkadang bisa berbeda dari sebelumnya, dan muncul dalam waktu yang singkat.

So, buat team HR, tahun 2021 ini,  akan jadi banyak masalah besar atau peluang besar, menurutmu?

Anthony Dio Martin & Tim HR Excellency

Profil Kontributor
Anthony Dio Martin | CEO HR Excellency, trainer, motivational speaker, ahli psikologi dan juga executive coach, yang dijuluki “The Best EQ Trainer Indonesia”. Penulis yang menerima rekor MURI dengan 16 buku (beberapanya best seller) dan 35 CDAudio Inspirasi. Beliau aktif menulis di berbagai harian dan kolumnis majalah di Indonesia. Host program radio inspirasional “Smart Emotion” di SmartFM serta pernah memandu acara televisi, “Inspiration Moment” serta ”Motivatalk” di TV nasional

Kunjungi websitenya di www.anthonydiomartin.com. Kontak : HR Excellency di (021) 3518505 atau (021) 3862521 atau email: [email protected]

Ingin bertanya seputar dunia kerja dan permasalahan praktis yang ditemui silahkan klik link dibawah ini “GRATIS” :

https://duniahr.com/ruang-konsultasi/

Jangan lupa follow sosial media kami :

https://www.instagram.com/duniahrcom/

https://www.linkedin.com/company/duniahr-com/

Mitra Kolaborasi :

Pasang Lowongan Kerja Gratis 100% tanpa syarat hanya di Bankloker.com

Share this post :

Facebook
Twitter
LinkedIn
WhatsApp

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *